Allah telah mewajibkan atas orang-orang beriman satu
bulan penuh dalam perjalanan hidupnya selama setahun untuk bercermin melihat
wajah bathinnya, membenahi diri dan orientasi hidupnya di hadapan Allah. Allah
juga ingin agar kita membongkar timbunan hubbud-dunya agar terbebas dari
belenggu dunia menuju akhirat dan menyibak cakrawala iman yang luas membentang.
Sebagaimana kita ketahui, bulan yang dimaksud adalah bulan Ramadhan. Dengan
keistimewaan rahmah pada awalnya dan dibebaskan dari api neraka pada akhirnya,
tiada hari di sepanjang bulan ini, melainkan dipenuhi dengan nur, maghfiroh dan
ditempatkan di atas anak tangga keimanan yang paling tinggi, agar kita dapat
mencapai derajat taqwa. Karena itulah umat Islam menghormati dan mengagungkan
bulan Ramadhan hari demi hari, dengan harapan mereka dapat memperoleh rahmat,
ampunan dan terbebas dari api neraka.
Rugilah orang-orang yang keluar dari bulan ini dengan tangan hampa, tanpa
membawa keampunan, semangat baru dan cahaya ma`rifatullah. Rugilah orang-orang
yang melewati bulan ini hanya dengan lapar dan haus saja. Dan lebih rugi lagi
mereka yang tidak dikembalikan kepada fithrah, dibebaskan dosa-dosanya.
Bulan Ramadhan juga merupakan bulan penempaan diri
manusia, karena dalam bulan ini kita lebih mengintensifkan untuk mentarbiyah
ruhi, sekalipun terhadap hal-hal yang telah dihalalkan Allah. Dus, apalagi
hal-hal yang diharamkan olehNya. Karena itu puasa tidak hanya sekedar menahan
lapar dan haus saja, tapi juga menjaga seluruh panca indera kita dari hal-hal
yang dilarang Allah, menjaga hati kita agar tak tersibukkan dengan memikirkan
urusan-urusan duniawi saja, menjaga mata hati kita agar selalu ingat untuk
berdzikir kepada Allah dan tidak dilalaikan oleh hal-hal yang dapat menjauhkan
kita dariNya. Namun sebaliknya, didekatkan pada aktivitas-aktivitas yang dapat
mendekatkan diri kita kepadaNya. Meluruskan kembali niat kita, bahwa segala
aktivitas yang kita lakukan adalah dalam rangka mengharap ridhoNya, bukan
karena lainnya. Entah itu popularitas, nama baik atau hal-hal lainnya yang
dapat merusak keikhlasan kita. Sehingga amalan kita dapat diterima di sisi
Allah.
Kekalahan mental (Inhizamur ruh) atau patah semangat
merupakan fenomena yang sangat berbahaya dalam kehidupan `amal Islami. Penyakit
ini tidak hanya mengakibatkan loyo, tak bersemangat atau apatis, tetapi juga
dapat melemahkan bahkan bisa jadi melumpuhkan gerakan. Karena itu `amal Islami
harus selalu tanggap terhadap kemungkinan munculnya gejala penyakit ini dan
harus dapat mengantisipasinya secara cepat. Bahkan diperlukan tindakan-tindakan
prefentif untuk menghindari kemunculan gejala penyakit ini dikalangan pendukung
dakwah. Islam, dalam Al-Quran dan Al-Sunnah, banyak menekankan pentingnya sisi
pembinaan ruhiyah bagi setiap muslim. Sebab dengan pembinaan ruhiyah yang baik,
mentalitas seorang muslim menjadi kuat, potensi gerakannya berkembang pesat,
aktifitasnya meningkat terus dan mampu memikul beban dan tugas-tugas dakwah
secara baik. Selain itu ia dapat merasakan nikmatnya iman, zuhud terhadap dunia
dan pesonanya, ikhlas dalam beramal, dan ruhaninya penuh vitalitas karena
bergizi cukup. Tetapi jika seorang aktivis menelantarkan pendidikan ruhaninya
dan membiarkannya tidak terbina dengan baik maka sangat mungkin ia akan terserang
penyakit ruhani bahkan tidak mustahil menyebabkan terjadinya inhizamur ruh
(kekalahan mental).
Karena itu dalam bulan ini Allah hendak menempa iman
orang-orang yang beriman, sehingga naik ke derajat taqwa. Dan bulan Ramadhan
merupakan sarana penggodokan mentalitas dan jiwa orang-orang mukmin. Sehingga
diharapkan setelah Ramadhan berakhir iman kita telah diperbarui kualitasnya,
dikembalikan kepada fithrahnya. Dan hal ini tentunya tak akan tercapai bila
kita tidak memahami makna puasa dengan sesungguhnya. Karena puasa bukan hanya
sekedar menahan lapar dan haus saja, tapi juga menjaga hati dan seluruh anggota
tubuh lainnya dari hal-hal yang diharamkan Allah. Karena itulah Rasulullah
dalam salah satu haditsnya mengatakan bohong/dusta.
Dengan terjaganya hati dan seluruh anggota tubuh kita dari hal-hal yang
dilarang Allah, maka akan membuka mata hati kita untuk mengingat alam akhirat.
Setelah kita memiliki qosdul akhirah (kecenderungan pada akhirat), maka akan
terjauhlah dari sikap hubbud-dunya, karena keduanya tak mungkin berkoeksistensi
dalam hati seorang mukmin. Dan bila seseorang sudah terpaut dengan akhirat,
maka nafsu dunia menjadi kecil di hadapannya. Dengan shoum, maka nafsu akan
terasa ringan/enteng. Rasulullah melukiskan betapa dekatnya jarak antara orang
yang shoum dengan malaikat, sampai-sampai mereka dapat mencium bau mulutnya
yang melebihi harumnya minyak wangi. Dengan demikian maka kualitas imannya akan
naik ke tingkat zuhud yang merupakan anak tangga pertama ke ketinggian ruhi di
sisi Allah.
Dengan memiliki sikap zuhud, akan mudahlah bagi kita untuk beramal dan
berkorban di jalanNya. Orang yang bersikap zuhud tak akan mengambil dunia untuk
dunia itu sendiri, tapi mengambil hanya sekedar yang diperlukan baginya.
Seperti yang telah dicontohkan dalam kehidupan Rasulullah dan para sahabat. Karena itulah, mari kita berpuasa dengan sebenar-benarnya
puasa. Sehingga setelah puasa berakhir, kita bisa merasakan peningkatan iman
kita, dibersihkan dari dosa-dosa dan dikembalikan ke dalam fithrah.
Dalam bukunya Ihya Ulumuddin, Al-Gazali mengatakan ada 6
perkara yang perlu diperhatikan dalam kita berpuasa:
1. Menahan pandangan dan menjaga hati dari lalai mengingat
Allah. Sebagaimana dikatakan Rasulullah, pandangan adalah panah beracun dari
iblis. Barangsiapa yang meninggalkan pandangan karena takut pada Allah, maka
akan didatangkan oleh Allah kemanisan iman dalam hatinya. (dirawikan Al-Hakim
dari Huzaifah dan shahih sanadnya)
2. Menjaga lidah dari perbuatan yang sia-sia dan
berdusta/berbohong. Kalau menahan diri dari makanan dan minuman yang dihalalkan
merupakan aspek zhohir dari shoum, maka menahan diri dari ucapan yang
diperbolehkan merupakan makna shoum yang sesungguhnya. Sebagaimana dilukiskan
Allah dalam QS.19:26. Ucapan Maryam seperti yang telah diabadikan Al Quran ini
menunjukkan betapa beliau memahami makna shoum yang sebenarnya. Dengan tidak
berbicara sama sekali, Maryam terhindar dari perkataan yang tidak berfaedah.
Hal ini juga menunjukkan tingkat kemuliaan seseorang, sebagaimana yang telah
dianugerahkan Allah kepada Nabi Zakaria. Lihat QS. 19:7&10.
3. Mencegah pendengaran kita dari mendengar hal-hal yang
dilarang Allah maupun yang bersifat makruh.
4. Mencegah anggota-anggota tubuh yang lain dari segala hal
yang membawa dosa. Demikian juga makanan dan minuman yang subhat ketika
berbuka.
5. Tidak berlebih-lebihan sewaktu berbuka puasa. Seperti
yang dijelaskan dalam hadits Rasulullah bahwa kita berhenti makan sebelum
kenyang. Maka bagaimanakah dapat memperoleh faedah puasa dan menundukkan hawa
nafsu bila diperoleh oleh yang berpuasa ketika berbuka, apa yang tidak
diperolehnya pada siang hari? Bahkan kadang-kadang bertambah lagi dengan
berbagai macam makanan, sehingga berjalanlah kebiasaan dengan menyimpan segala
macam makanan di bulan Ramadhan. Padahal puasa merupakan sarana latihan untuk
bersikap pertengahan dan sederhana dalam segala hal. Karena bila perut kenyang,
akan memperberat ibadah. Sebaliknya, bila makan sekedar apa yang diperlukan
tubuh agar kuat beribadah, maka akan jernihlah hati dan ringan untuk mengerjakan
ibadah. Sehingga dengan demikian kita berharap dapat dibuka untuk memandang
alam yang tinggi. Dan malam lailatul qodar adalah malam yang terbuka padanya
suatu dari alam malakut. Sebagaimana difirmankan Allah dalam QS.Al-Qadr ayat 1,
yang artinya "Sesungguhnya Al-Quran kami turunkan pada malam lailatul
qodar". Dan bila kita masih menjadikan antara hati dan dadanya, tempat
penyimpan makanan, maka akan terhijab dari padaNya. Sedang mengosongkan perut
saja belum mencukupi untuk mengangkat hijab, sebelum cita-citanya atau tujuan
hidupnya kosong selain dari Allah. Dan itulah intinya. Dan pangkal dari
semuanya ialah menyedikitkan makanan.
6. Sesudah berbuka, hatinya bergantung dan bergoncang antara
takut dan harap, karena tidak mengetahui apakah puasanya diterima atau ditolak.
Dan hendaklah hal ini dilakukan pada akhir tiap-tiap ibadah yang dikerjakan.
Karena itu, marilah kita berupaya agar dapat berpuasa dengan sebenar-benarnya
puasa, sehingga ruh keimanan kita akan naik, menjenguk alam malakut dan terbuka
kerinduan pada alam akhirat. Itu sebabnya, Allah memberikan pujian kepada para
Nabi-NabiNya, karena mereka selalu mengingatkan manusia kepada negeri akhirat.
Firman Allah dalam QS. Shod: 45-47. Artinya: "Dan ingatlah hamba-hamba
Kami: Ibrahim, Ishaq dan Ya*qub yang telah melakukan kerja besar dan memiliki
ilmu yang tinggi. Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka (menganugerahkan
mereka akhlak yang tinggi) yaitu selalu mengingatkan manusia kepada negeri
akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar- benar termasuk
orang-orang pilihan Kami yang terbaik".
Allah juga membedakan ibadah
shoum dari lainnya. Pada ibadah shoum Allah justru melarang malaikat untuk
mencatat pahala ibadahnya. Kalau setiap kebaikan dibalas 10 kali lipat bahkan
700 kali lipat, maka untuk shoum, kataNya: "Kecuali shoum, maka yang ini
untukKu dan Aku yang membalasnya".
Allah juga memberitahukan kepada
orang yang shoum tentang kelebihan yang dimilikinya. Pertama, kebahagiaan
ketika menjelang berbuka, yang kedua adalah kebahagiaan ketika berjumpa dengan
Sang Pencipta. Kalau bertemu dengan orang terkenal dan penting saja, kita
merasa bahagia maka bagaimana halnya jika bertemu dengan Yang Maha Terkenal dan
Maha Penting?
Tentu saja besar kecilnya
kebahagiaan seseorang bertemu dengan Sang Pencipta berbanding lurus dengan
sejauhmana ia mengenal Allah (ma`rifatullah) dan seberapa penting arti Allah
bagi dirinya. Tentunya, semakin dalam keimanan seseorang, semakin jauh ia
mengenal Allah dan semakin penting arti Allah bagi dirinya.
Demikianlah makna shoum secara
ruhiyah. Marilah kita berusaha semaksimal mungkin untuk berusaha mencapainya
agar kita dapat termasuk dalam deretan para Ash-Shiddiqie, Syuhada dan
Sholihin. Sungguh, apakah ada nilai yang lebih tinggi dari ini?
Dari segi tarbiyah jasmaniyah,
dalam shoum terkandung nilai-nilai kesehatan yang telah diketahui dan belum
diketahui orang. Sementara itu ilmu kedokteran masih terus berusaha untuk
menangkap dan mengungkap tabir-tabir rahasia tersebut. Hal ini menunjukkan
betapa Allah tau persis tentang masalah kita, yang Dia sendiri tidak memiliki
keperluan terhadap hal tersebut. Kitapun baru mengetahui manfaatnya setelah
ilmu kedokteran dan kesehatan mengungkapnya.
Dengan demikian shoum merupakan
sarana terapi/ pengobatan bagi kesehatan jiwa dan juga badan, yang harus
dilakukan dengan sepenuh hati tanpa terlebih dahulu menunggu hasil
pembuktian-pembuktian medis tentang hal itu. Sementara masih banyak lagi tabir
lain yang belum dapat diungkap atau ditembus. Hanya Sang Penciptalah yang mengetahui
semua itu.
Sejarah Islam telah membuktikan
bahwa shoum tidak mengurangi bobot kekuatan fisik kaum muslimin. Hal ni
dibuktikan dengan kenyataan bahwa perang Badr dan Fathu Mekkah terjadi di bulan
Ramadhan.
Sebaliknya, goyahnya kaum
muslimin dalam perang Uhud, bukan dikarenakan kelemahan mereka dan kekuatan
ketangguhan pasukan kuffar, namun terletak pada kesalahan kaum muslimin
sendiri. Penyakit hati, kaburnya tujuan, silang pendapat dalam tubuh barisan,
indisipliner terhadap perintah (Rasul), kecenderungan dunia yang lebih dominan
daripada akhirat lah yang menjadi biangnya. Lihat QS. 3:152.
Demikianlah pasukan muslim
pulang dengan membawa kekalahan berat, setelah terlebih dahulu syetan berhasil
menggoyahkan hati mereka. Tertipu oleh dunia dan juga oleh jumlah pasukan
mereka yang banyak. Lihat QS.9:25-26.
Allah tidak akan menurunkan
pasukan malaikatNya kepada kelompok yang merasa bangga dengan banyaknya jumlah
mereka dan menganggap kemenangan pasti berada di pihak mereka. Terbukti
kemudian mereka merasa sempit dan berhasil dipukul mundur oleh musuh-musuh
mereka.
Setelah
orang-orang mukmin masih setia kepada Rasul yang segera menyerukan, "Aku
ini Rosul Allah, tidak berdusta. Aku anak cucu Abdul Muthalib", barulah
Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul dan orang-orang yang beriman berupa
bala tentara yang tidak mereka lihat.
Namun sayang, saat ini kita
menyaksikan hal yang berbeda. Shoum menurunkan produktivitas seseorang. Baik
dia bekerja sebagai kuli, petani atau pedagang. Bahkan pekerjaan-pekerjaan
tersebut dijadikan alasan untuk meninggalkan shoum. Padahal kalau shoum memang
melemahkan kekuatan fisik manusia, tentu Allah tidak akan mensyariatkannya, dan
pasti orang-orang beriman dahulu tidak akan sanggup bertempur pada hari Badr
dan pada saat Fathu Mekkah yang semuanya berlangsung di bulan Ramadhan.
Semuanya ini dikarenakan kurangnya iman, kerancuan berpikir, dominasi dunia
dalam hati (hubbud-dunya) dan dominasi syetan dalam mengikis sisa-sisa iman
orang-orang mukmin.
Nah, marilah kita sambut bulan
Ramadhan dengan sepenuh hati. Kita jaga seluruh jiwa kita, hati dan panca
indera serta anggota tubuh lain dari hal-hal yang dapat merusak nilai-nilai
ibadah shoum kita. Hari-harinya kita penuhi dengan pembacaan dan mentadabburi
Al-Quran, serta berusaha mengamalkan isinya. Marilah kita sambut bulan penuh
rahmah ini. Kita hadapkan hati dan pikiran pada Allah, sehingga kita keluar
dari bulan ini dengan membawa ampunan dari Allah, dikembalikan kepada fitrah.
Dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan ! Semoga ! (Ikh)
0 Responses to "Ramadhan Bulan Tarbiyah":
Posting Komentar