Memburu Malam Kemuliaan

Posted on Selasa, 14 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha

Tanpa terasa Ramadhan 1433 H tinggal beberapa hari lagi. Sebentar lagi kita akan menerima izasah ketaqwaan yang diberikan oleh Allah kepada kita. dan tentu saja itu berbanding lusrus dengan pencapaian ibadah kita di bulan yang suci ini.

Seperti biasa, malam2 terakhir di bulan Ramadhan ini bagi kebanyakan orang merupakan malam2 "pemburuan". Pemburuan baju-baju baru, perabotan baru, pernak pernik baru, dan segala hal-hal yang baru kita buru guna mempersiapkan datangnya hari raya idul fitri. Ini terbukti dengan padatnya jumlah orang di mal-mal di beberapa kota besar di Indonesia, termasuk di kota yang saya tinggali, samarinda. Plaza Mulia, Lembuswana mall, SCP, Samarinda Square, dan mall-mall lainnya di samarinda terlihat jauh lebih rame jika dibandingkan Islamic Centre ataupun Masjid Raya Darussallam pada saat shalat terawih. Padahal ketika awal-awal Ramadhan waktu itu, masjid-masjid sangatlah penuh dengan orang-orang yang sangat antusias menyambut datangnya bulan ramadhan. Mengapa justru di akhir-akhir malah semakin sedikit? Bukankan 10 malam terakhir merupakan 10 malam yang sangat mulia di bulan ramadhan karena di dalamnya terdapat suatu malam yang lebih baik daripada 1000 bulan. Itulah yang terjadi di masyarakat kita selama ini diakibatkan karena masih lamahnya iman yang ada di hati.

QIYAMUL LAIL ADALAH SEKOLAH AKTIVIS ISLAM

Posted on by Ikhsan Nugraha



Sungguh aneh bin ajaib, seseorang menyandang predikat aktivis Islam, tapi tidak pernah mengerjakan qiyamul lail. Bagaimana ini bisa terjadi?
Qiyamul lail itu kebutuhan utama setiap orang Muslim. Apalagi, bagi aktivis Islam dan pengemban amanah agama yang berat; dakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan menyuarakan kebenaran. Bukankah Allah Ta’ala berfirman di Al-Qur’an,

“Hai orang yang berselimut (Muhammad), bangunlah (untuk shalat) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangi dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al-Qur’an dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzamil: 14).

            Kenapa ada perintah seperti itu? Pertanyaan ini dijawab Al-Qur’an,

“Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan berat.” (Al-Muzzammil: 5).

Di balik Jendela

Posted on Kamis, 09 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha


Dua orang pria, keduanya menderita sakit keras, sedang dirawat di sebuah kamar rumah sakit. Seorang di antaranya menderita suatu penyakit yang mengharuskannya duduk di tempat tidur selama satu jam di setiap sore untuk mengosongkan cairan dari paru-parunya.
Kebetulan, tempat tidurnya berada tepat di sisi jendela satu-satunya yang ada di kamar itu. Sedangkan pria yang lain harus berbaring lurus di atas punggungnya.
Setiap hari mereka saling bercakap-cakap selama berjam-jam. Mereka membicarakan istri dan keluarga, rumah, pekerjaan, keterlibatan mereka di ketentaraan, dan tempat-tempat yang pernah mereka kunjungi selama liburan.

Setiap sore, ketika pria yang tempat tidurnya berada dekat jendela di perbolehkan untuk duduk, ia menceritakan tentang apa yang terlihat di luar jendela kepada rekan sekamarnya. Selama satu jam itulah, pria ke dua merasa begitu senang dan bergairah membayangkan betapa luas dan indahnya semua kegiatan dan warna-warna indah yang ada di luar sana.

Bagaimana Gaji Perusahaan Migas?

Posted on by Ikhsan Nugraha

Indonesia punya banyak ladang minyak dan gas, baik yang sudah, sedang, maupun yang belum tereksplorasi dan tereksploitasi. Walau penemuan cadangan minyak di dunia menurun secara signifikan, konon, cadangan minyak di Indonesia masih cukup besar dan belum terjamah.
Menurut laporan IHS, salah satu perusahaan penyedia informasi di bidang energi dunia, “there were some important finds that opened up some new areas, bolstered nearby producing areas and provided more building blocks for the future.” Terlebih lagi, pemerintah membuka tender dan menawarkan banyak blok pada para bidder di tahun-tahun ini.

Tak pelak, potensi ini mengundang banyak perusahaan minyak dan gas (migas) asing untuk berbondong-bondong berinvestasi di Indonesia. Ujung-ujungnya, lapangan pekerjaan buat sektor ini juga menjadi terbuka. Tapi sebenarnya, bagaimana sebetulnya salary dan benefit yang diperoleh untuk pekerjaan di sektor migas ini?

"Jangan Mudah Percaya Kata-Kata Allah"

Posted on Rabu, 08 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha


Mendengar judul di atas pastinya anda sedikit tercengang bukan,, karena agak sedikit kontroversial. Tapi eits, tenang dulu, bukannya saya ingin mengajak anda untuk tidak mepercayai Al-Qur’an, karena sesungguhnya Al-Qur’an adalah kitab yang tidak diragukan lagi kebenarannya, kan ada di Q.S. Al-Baqarah ayat 2.  Mari coba kita telaah lebih dalam apa maksud dari judul di atas..


Jangan  hanya percaya, tapi diamalkan juga dong..

Sobat, apabila anda ingin makan di suatu restoran atau warung makan, trus tiba-tiba ada teman anda yang mengatakan “jangan makan di situ, tidak enak” apakah anda langsung mudah mempercayainya?? Tentu tidak bukan, anda pasti tidak akan percaya sebelum mencobanya dulu. Mungkin analogi singkat ini yang harus kita terapkan juga kepada Al-Qur’an. Kita mudahnya saja mengatakan, “Saya percaya 100 persen dengan Al-Qur’an”. Tetapi nyatanya, tak satupun dari ayat-ayatnya yang kita amalkan. Kita cuma percaya doing mah itu tandanya,, 

Jadi maksudnya saudaraku, mari kita ubah pemikiran kita terhadap Al-Qur’an, kita buat mindset dalam pikiran kita seperti analogi yang saya sebutkan di atas, jadi tidak mudah percaya jika tidak ditindaklanjuti. Sehingga kita termotivasi untuk mengkaji dan mengamalkannya bukan sekedar hanya mempercayainya saja di bibir. Kalau seperti itu pun orang kafir juga bisa, karena yakin bahwa isi Al-Qur’an itu tidak ada keraguan sedikitpun. (Ikh)

5 Hal Penyebab Dosa Kecil jadi Dosa Besar

Posted on by Ikhsan Nugraha


Saudaraku yang dirahmati oleh Allah, mungkin sedikit tulisan ini bisa sama2 mengingatkan diri kita semua khususnya diri saya pribadi akan dosa-dosa yang kita pernah lakukan baik itu dosa besar ataupun dosa kecil. Ketika terawih kemarin saya mendengar taujih yang  diberikan oleh seorang ustadz di masjid dekat rumah saya, taujih tersebut berisikan tentang 5 hal yang mengakibatkan dosa kecil berpotensi menjadi dosa besar.

Pada hakikatnya, manusia senantiasa tak luput dari yang namanya dosa. Meskipun manusia tersebut berlabel mubaligh, ustadz, atau bahkan sekelas ulama  sekalipun pasti tidak luput dari yang namanya dosa.  Diantara dosa2 tersebut  menurut para ulama dibedakan menjadi 2 macam, ada yang namanya dosa kecil ataupun dosa besar.

Berhijab bukanlah Perhiasan

Posted on Jumat, 03 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha

Fenomena yang saya rasakan saat ini memang cukup menarik kalau kita cermati. Adanya istilah jilbab trendy atau jilbab gaul atau jilbab fungky atau apalah sekarang menjadi sebuah trend baru yang menyebar dikalangan para saudari-saudari kita terutama anak-anak muda zaman sekarang. Bahkan di kampung saya, (baca : Kalimantan Timur), sampai ada yang membuat sebuah komunitas  yang dinamakan “Komunitas Jilbab Trendy”. Memang tidak salah sobat, bahkan ini bisa jadi sebuah sarana syiar yang baik untuk para pemudi kita untuk bisa menggunakan jilbab, karena banyak sekali yang masih enggan menggunakan jilbab lantaran alasan tidak gaul lah, atau tidak mengikuti perkembangan zamanlah, atau karena belum siap, dll. Tapi sadarilah, bahwa berjilbab itu adalah syariat dari Allah SWT, jadi sebaiknya kita harus lebih berhati-hati dalam menjalankannya. Alih-alih menjalankan syariat, tapi malah kita bisa terjerumus kedalam dosa besar, Naudzubillah…

Semut dan Lalat

Posted on by Ikhsan Nugraha

Beberapa ekor lalat nampak terbang berpesta di atas sebuah tong sampah
di depan sebuah rumah. Suatu ketika, anak pemilik rumah keluar dan
tidak menutup kembali pintu rumah. Kemudian nampak seekor lalat
bergegas terbang memasuki rumah itu. Si lalat langsung menuju sebuah
meja makan yang penuh dengan makanan lezat. "Saya bosan dengan sampah-
sampah itu, ini saatnya menikmati makanan segar," katanya.

Setelah kenyang, si lalat bergegas ingin keluar dan terbang menuju
pintu saat dia masuk, namun ternyata pintu kaca itu telah terutup
rapat. Si lalat hinggap sesaat di kaca pintu memandangi kawan-kawannya
yang melambai-lambaikan tangannya seolah meminta agar dia bergabung
kembali dengan mereka.

Cinta yang Tersembunyi

Posted on by Ikhsan Nugraha

Cinta yang Tersembunyi


Kenapa kita menutup mata ketika kita tidur?

ketika kita menangis?

ketika kita membayangkan?

Ini karena hal terindah di dunia tidak terlihat.

Ketika kita menemukan seseorang

yang keunikannya sejalan dengan kita,

kita bergabung dengannya dan jatuh ke dalam suatu

keanehan serupa yang dinamakan Cinta.

Menolong dari Pemerkosa

Posted on by Ikhsan Nugraha

Pada suatu larut malam, aku melewati sebuah jalan remang-remang, ketika mendadak terdengar jeritan-jeritan tertahan dari balik segerumbulan semak. Aku berhenti dengan terkejut dan memasang telinga. Rasa panikku timbul ketika menyadari bahwa yang kudengar itu adalah suara orang yang sedang bergumul: geraman berat, gerakan meronta yang panik, dan bunyi pakaian yang dirobek. Seorang wanita sedang diserang, hanya beberapa meter dari tempatku berdiri.

Mestikah aku melibatkan diri? Aku takut memikirkan keselamatanku sendiri. Dalam hati aku menyumpah-nyumpah, kenapa memilih rute lain untuk pulang kali ini. Bagaimana kalau aku menjadi korban? Apakah sebaiknya aku mencari telepon terdekat dan menghubungi polisi?

5 Menit Saja

Posted on by Ikhsan Nugraha

Seorang ibu duduk di samping seorang pria di bangku dekat Taman-Main di West Coast Park pada suatu minggu pagi yang indah cerah.
"Tuh.., itu putraku yang di situ," katanya, sambil menunjuk ke arah seorang anak kecil dalam T-shirt merah yang sedang meluncur turun dipelorotan.
mata ibu itu berbinar, bangga.
"Wah, bagus sekali bocah itu," kata bapak di sebelahnya.
"Lihat anak yangsedang main ayunan di bandulan pakai T-shirt biru itu? Dia anakku," sambungnya, memperkenalkan.

Lalu, sambil melihat arloji, ia memanggil putranya.

"Ayo Jack, gimana kalau kita sekarang pulang?"

Korek

Posted on by Ikhsan Nugraha

Pada suatu hari, ada seorang ibu menyuruh anaknya untuk membeli sekotakkorek api. Sang ibu mengingatkan pada anaknya agar tidak tertipu dengan korek api yang jelek, dan si anak harus memastikan bahwa korek api yang dibelinya berkualitas bagus.Kemudian si anak pergi membeli sekotak korek api sesuai dengan kemauan ibunya....Tak lama kemudian si anak membawa sekotak korek api dengan wajah yang berseri-seri. Si anak memberikan kepada sang ibu sekotak korek api yang kosong seraya berkata:
"Bu, saya yakin bahwa korek api ini sangat bagus kualitasnya, karena sudah saya coba menyalakan semua batang korek api ini, dan ternyata semuanya menyala..."

Hehehe...

Itulah akibatnya kalau kita melakukan segala sesuatu tanpa menggunakan prinsip dasar Statistika, yaitu 'sampling'.

Untuk memastikan bahwa sekota korek api berkualitas bagus tidak perlu mencoba menyalakan semua batang korek api, namun hanya cukup beberapa saja. Inilah yang dimaksud dengan sampling...

Yup, sampling sangatlah dibutuhkan di berbagai bidang kehidupan. Dalam membuat suatu kesimpulan dari suatu hal, kita tidak harus menggali seluruh informasi dari hal tersebut. Namun hanya memerlukan sedikit saja informasi yang telah dianggap mewakili seluruhnya sesuai dengan tingkat keragamannya...

Perlu diingat bahwa dalam melakukan sampling diperlukan suatu teknik khusus yang telah disediakan dalam ilmu statistik. Teknik Sampling tersebut dapat menjamin tingkat akurasi, validasi, keandalan, dan keterwakilan dari data yang diambil. Selain itu, teknik sampling juga memperhatikan tingkat efisiensi dari berbagai hal, misalnya dana, waktu, tingkat kesulitan, dan lain-lain...

3 Karung Beras

Posted on by Ikhsan Nugraha

Ini adalah makanan yang tidak bisa dibeli dengan uang. Kisah ini adalah kisah nyata sebuah keluarga yang sangat miskin, yang memiliki seorang anak laki-laki. Ayahnya sudah meninggal dunia, tinggalah ibu dan anak laki-lakinya untuk saling menopang.
Ibunya bersusah payah seorang membesarkan anaknya, saat itu kampung tersebut belum memiliki listrik. Saat membaca buku, sang anak tersebut diterangi sinar lampu minyak, sedangkan ibunya dengan penuh kasih menjahitkan baju untuk sang anak.

Saat memasuki musim gugur, sang anak memasuki sekolah menengah atas. Tetapi justru saat itulah ibunya menderita penyakit rematik yang parah sehingga tidak bisa lagi bekerja disawah.

Saat itu setiap bulannya murid-murid diharuskan membawa tiga puluh kg beras untuk dibawa kekantin sekolah. Sang anak mengerti bahwa ibuya tidak mungkin bisa memberikan tiga puluh kg beras tersebut. Dan kemudian berkata kepada ibunya: " Ma, saya mau berhenti sekolah dan membantu mama bekerja disawah". Ibunya mengelus kepala anaknya dan berkata : "Kamu memiliki niat seperti itu mama sudah senang sekali tetapi kamu harus tetap sekolah. Jangan khawatir, kalau mama sudah melahirkan kamu, pasti bisa merawat dan menjaga kamu. Cepatlah pergi daftarkan kesekolah nanti berasnya mama yang akan bawa kesana".

Karena sang anak tetap bersikeras tidak mau mendaftarkan kesekolah, mamanya menampar sang anak tersebut. Dan ini adalah pertama kalinya sang anak ini dipukul oleh mamanya. Sang anak akhirnya pergi juga kesekolah. Sang ibunya terus berpikir dan merenung dalam hati sambil melihat bayangan anaknya yang pergi menjauh. Tak berapa lama, dengan terpincang-pincang dan nafas tergesa-gesa Ibunya datang kekantin sekolah dan menurunkan sekantong beras dari bahunya.

Pengawas yang bertanggung jawab menimbang beras dan membuka kantongnya dan mengambil segenggam beras lalu menimbangnya dan berkata : " Kalian para wali murid selalu suka mengambil keuntungan kecil, kalian lihat, disini isinya campuran beras dan gabah. Jadi kalian kira kantin saya ini tempat penampungan beras campuran".

Sang ibu ini pun malu dan berkali-kali meminta maaf kepada ibu pengawas tersebut.

Awal Bulan berikutnya ibu memikul sekantong beras dan masuk kedalam kantin. Ibu pengawas seperti biasanya mengambil sekantong beras dari kantong tersebut dan melihat. Masih dengan alis yang mengerut dan berkata: "Masih dengan beras yang sama". Pengawas itupun berpikir, apakah kemarin itu dia belum berpesan dengan Ibu ini dan kemudian berkata : "Tak perduli beras apapun yang Ibu berikan kami akan terima tapi jenisnya harus dipisah jangan dicampur bersama, kalau tidak maka beras yang dimasak tidak bisa matang sempurna.

Selanjutnya kalau begini lagi, maka saya tidak bisa menerimanya".

Sang ibu sedikit takut dan berkata : "Ibu pengawas, beras dirumah kami semuanya seperti ini jadi bagaimana? Pengawas itu pun tidak mau tahu dan berkata : "Ibu punya berapa hektar tanah sehingga bisa menanam bermacam- macam jenis beras". Menerima pertanyaan seperti itu sang ibu tersebut akhirnya tidak berani berkata apa-apa lagi.

Awal bulan ketiga, sang ibu datang kembali kesekolah. Sang pengawas kembali marah besar dengan kata-kata kasar dan berkata: "Kamu sebagai mama kenapa begitu keras kepala, kenapa masih tetap membawa beras yang sama. Bawa pulang saja berasmu itu !".

Dengan berlinang air mata sang ibu pun berlutut di depan pengawas tersebut dan berkata: "Maafkan saya bu, sebenarnya beras ini saya dapat dari mengemis". Setelah mendengar kata sang ibu, pengawas itu kaget dan tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sang ibu tersebut akhirnya duduk diatas lantai, menggulung celananya dan memperlihatkan kakinya yang sudah mengeras dan membengkak.

Sang ibu tersebut menghapus air mata dan berkata: "Saya menderita rematik stadium terakhir, bahkan untuk berjalan pun susah, apalagi untuk bercocok tanam. Anakku sangat mengerti kondisiku dan mau berhenti sekolah untuk membantuku bekerja disawah. Tapi saya melarang dan menyuruhnya bersekolah lagi."

Selama ini dia tidak memberi tahu sanak saudaranya yang ada dikampung sebelah. Lebih-lebih takut melukai harga diri anaknya. Setiap hari pagi-pagi buta dengan kantong kosong dan bantuan tongkat pergi kekampung sebelah untuk mengemis. Sampai hari sudah gelap pelan-pelan kembali kekampung sendiri. Sampai pada awal bulan semua beras yang terkumpul diserahkan kesekolah.

Pada saat sang ibu bercerita, secara tidak sadar air mata Pengawas itupun mulai mengalir, kemudian mengangkat ibu tersebut dari lantai dan berkata: "Bu sekarang saya akan melapor kepada kepala sekolah, supaya bisa diberikan sumbangan untuk keluarga ibu." Sang ibu buru- buru menolak dan berkata: "Jangan, kalau anakku tahu ibunya pergi mengemis untuk sekolah anaknya, maka itu akan menghancurkan harga dirinya. Dan itu akan mengganggu sekolahnya. Saya sangat terharu dengan kebaikan hati ibu pengawas, tetapi tolong ibu bisa menjaga rahasia ini."

Akhirnya masalah ini diketahui juga oleh kepala sekolah. Secara diam- diam kepala sekolah membebaskan biaya sekolah dan biaya hidup anak tersebut selama tiga tahun. Setelah Tiga tahun kemudian, sang anak tersebut lulus masuk ke perguruan tinggi qing hua dengan nilai 627 point.

Dihari perpisahan sekolah, kepala sekolah sengaja mengundang ibu dari anak ini duduk diatas tempat duduk utama. Ibu ini merasa aneh, begitu banyak murid yang mendapat nilai tinggi, tetapi mengapa hanya ibu ini yang diundang. Yang lebih aneh lagi disana masih terdapat tiga kantong beras.

Pengawas sekolah tersebut akhirnya maju kedepan dan menceritakan kisah sang ibu ini yang mengemis beras demi anaknya bersekolah. Kepala sekolah pun menunjukkan tiga kantong beras itu dengan penuh haru dan berkata : "Inilah sang ibu dalam cerita tadi."

Dan mempersilakan sang ibu tersebut yang sangat luar biasa untuk naik keatas mimbar.

Anak dari sang ibu tersebut dengan ragu-ragu melihat kebelakang dan melihat gurunya menuntun mamanya berjalan keatas mimbar. Sang ibu dan sang anakpun saling bertatapan. Pandangan mama yang hangat dan lembut kepada anaknya. Akhirnya sang anak pun memeluk dan merangkul erat mamanya dan berkata:

"Oh Mamaku..................

Sedikit Pekenalan Singkat Ikhsan Nugraha

Posted on Kamis, 02 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha

Nama saya Ikhsan Nugraha, saya dilahirkan di sebuah kota yang berada di Kalimantan Timur yang bernama Samarinda pada tanggal 27 November 1991. Saya anak pertama dari 2 bersaudara. Sekarang saya di Samarinda bertempat tinggal di Jalan Samratulangi no. 8 Samarinda Seberang. Bapak saya bekerja sebagai dosen di Politeknik Pertanian Negeri Samarinda sedangkan Ibu saya adalah seorang Ibu Rumah Tangga dan Wiraswasta.

Berikut adalah riwayat akademik dari Ikhsan Nugraha :

1995-1997 : TK Kemala Bhayangkari Samarinda
1997-2003 : SDN 023 Meranti Samarinda
2003-2006 : SMPN 10 Samarinda
2006-2008 : SMAN 1 Samarinda
2008-Sekarang : T. Elektro, FTI ITS Surabaya

Berikut adalah riwayat organisasi Ikhsan Nugraha :

2003-2005 : Pramuka
2009-2010 : Staff Departemen Ristek Himatektro ITS
2009-2010 : Staff Departemen Syiar Islam Kalam T. Elektro ITS
2009-2010 : Ketua Divisi Syiar Kampus JMMI ITS
2010-2011 : Ketua LDJ Kalam T. Elektro ITS
2011-2012 : Ketua Umum LDK JMMI ITS
2012-2013 : Kutua DPP JMMI ITS

Aktifitas yang dijalani sekarang adalah freelance dan Supervisor at Mahad Ukuwah Islamiyah Surabaya

Contact Person

Posted on Rabu, 01 Agustus 2012 by Ikhsan Nugraha

Contact Person Ikhsan yang bisa dihubungi :

No HP : 085246837416/085732769070
Email : nugraha.ikhsan@yahoo.co.id
Facebook : Ikhsan Nugraha
Blog : icannugraha.blogspot.com

13 Kriteria Calon Istri yang Menjadi Acuan

Posted on Selasa, 31 Juli 2012 by Ikhsan Nugraha

Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.

Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.

Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.

1. Karena akidahnya yang Shahih

Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.

Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah- Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)

2. Karena paham agama dan mengamalkannya

Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.

3. Dari keturunan yang baik

Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)

Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).

“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)

Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”

4. Masih gadis

Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.

Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.

Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”

Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.

Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”

5. Sehat jasmani dan penyayang

Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).

Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)

6. Berakhlak mulia

Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”

7. Lemah-lembut

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”

8. Menyejukkan pandangan

Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)

“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.

Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”

9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban

Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”

Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)

Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)

10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa

Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”

11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya

Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”

12. Pandai bersyukur kepada suami

Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).

13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat

Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.

Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”

Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”

Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.[ ]

dari: www.dakwatuna. com

Islam KTP Vs Islam Sebenarnya

Posted on by Ikhsan Nugraha


Betapa banyak umat islam yang saat ini hanya bermodalkan identitas dirinya saja sebagai seorang muslim, akan tetapi jiwa dan raganya tak ubahnya hanya seperti orang-orang yang tidak mengenal islam. Berhati-hatilah kita dengan kondisi seperti ini. Fenomena “islam KTP” yang kita kenal selama ini memang menjadi sebuah tanda-tanda perusak ummat islam menuju kejayaan seperti yang kita impikan selama ini. Lalu apakah sebenarnya Islam KTP itu, dan bagaimana seharusnya berislam itu, berikut uraiannya : 

Islam KTP

Dalam Islam KTP, yang penting bagi seseorang bukanlah apa yang ada dalam hati dan fikirannya, tetapi adalah pengakuan lahiriahnya, tidak peduli apakah ia memperlihatkan atau tidak tanda-tanda asas keislaman yang dianutnya tersebut. Apabila seseorang mengakui dengan lisan bahwa ia percaya kepada Allah, RasulNya, pada al-Qur'an, hari akhirat dan rukun-rukun iman yang lain, lalu memenuhi syarat-syarat yang diperlukan yang membuktikan pengakuannya itu, maka ia akan diterima dalam lingkungan Islam dan orang lain akan berurusan dengannya sebagaimana halnya dengan seorang Muslim. Tetapi kondisi seperti ini hanya terbatas pada kehidupan di dunia yang sementara ini saja, dan dari sudut pandangan duniawi hal ini menyediakan dasar hukum dan budaya bagi terbentuknya masyarakat Islam. Hasilnya hanyalah tidak lebih dari bahwa mereka yang dengan lisan menyatakan pengakuan sebagai Muslim diterima dalam masyarakat Islam dan diakui sebagai orang-orang Muslim. Tidak seorang pun dari mereka yang boleh disebut kafir, setiap orang dari mereka haruslah diberi hak-hak hukum, moral dan social seperti orang-orang lain, mereka boleh mengadakan hubungan perkawinan, mereka berhak memperoleh warisan, dan hubungan-hubungan perundangan lainnya yang biasa dijalankan oleh orang-orang Muslim. Kondisi seperti ini memang kita layak dihargai dan diperlakukan seperti seorang muslim, akan tetapi sesungguhnya di dalan jasad dan fikirannya belum tertanam prinsip-prinsip islam secara kaffah.

Islam Sebenarnya

Lalu bagaimanakah islam yang sebenarnya, keselamatan dan penilaian terhadap seorang Muslim dan Mukmin di akhirat, serta ia termasuk dalam kelompok hamba-hamba Allah yang disukaiNya, adalah hal lain yang tidak bergantung kepada pengakuan lisan, seperti disebut di atas tadi. Pengakuan yang sejati adalah pengakuan yang disertai suatu peneguhan dalam hati dan diikuti dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dengan penuh keinginan. Pengakuan secara lisan di dunia ini hanyalah diperuntukkan bagi Tokoh agama dan masyarakat pada umumnya, kerana mereka hanya boleh melihat hal-hal yang lahiriah sahaja. Tetapi Allah melihat ke dalam hati dan batin seseorang, dan menyentuh iman yang ada di dalamnya. Kriteria yang dipakai Allah dalam menilai kedudukan seseorang adalah apakah hidupnya, matinya, kesetiaannya, kepatuhan dan penghambaannya serta seluruh hidup dan kerjanya ditujukan bagi Allah atau kepada yang lain? Bila semua itu diperuntukkan bagi Allah semata, maka ia dinilai sebagai seorang Mukmin dan Muslim, dan bila semua itu diperuntukkan bagi yang lain, maka ia bukanlah seorang Mukmin ataupun Muslim. Barang siapa yang tidak memenuhi kriteria ini, bererti kurang imannya, sejauh kekurangannya dalam memenuhi kriteria tersebut, tidak peduli apakah ia menempati jajaran orang-orang Islam yang terkemuka di dunia ini (Ustadz atau Ulama) dan mempunyai kedudukan setinggi apa pun. Menurut Allah, satu-satunya hal yang dapat dinilai adalah apakah Kita telah memberikan segala yang Kita miliki pada jalanNya. Bila Kita telah melakukannya, maka Kita akan memperolehi hak-hak istimewa, yang diberikan kepada mereka yang setia kepadaNya, dan menerima hak pahala bagi penghambaan Kita kepadaNya. Tetapi bila Kita tidak memperdulikan apa pun juga dari penghambaan kepadaNya, maka pengakuan Kita sebagai seorang Muslim yang berarti bahwa Kita telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah, adalah pengakuan yang palsu yang hanya dapat mengelabui mata dunia dan masyarakat Islam. Akan tetapi sekali-kali Kita tidak boleh menipu Allah. Masyarakat Islam mungkin saja akan menerima Kita dan memberikan hak-hak kepada Kita sebagai seorang Muslim di dunia ini, tetapi Allah tidak akan memberikan tempat kepada Kita di antara kelompok hamba-hambaNya yang beriman.

Bila Kita memikirkan perbedaan antara Islam KTP dan Islam yang sebenarnya seperti yang telah  diterangkan tadi, maka dengan sendirinya Kita akan mengerti bahwa buah yang akan dihasilkan dari kedua macam Islam itu akan sangat berbeda, baik dalam hidup di akhirat nanti maupun di dunia ini.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, islam bukanlah keturnan yang apabila bapak atau ibu kita islam, maka Kita juga Muslim. Bukan berarti bahwa pakaian kita muslim, berjanggut, dan seluruh aktifitas yang kita lakukan secara lahiriyah nampak seperti orang-orang muslim, tidak seperti itu. Jangan sampai bentuk fisik dan aspek lahiriyah kita terlihat seperti muslim tetapi pada hakekatnya kita sama saja seperti orang-orang kafir laknatullah yang tidak mendapatkan rahmat dari Allah SWT, Naudzubillah..

Saudaraku, yang membedakan kita dengan orang-orang kafir adalah pengetahuan kita dan kataqwaan kita kepada Allah SWT. Betapa banyak umat muslim yang brsyahadat, menyatakan pengakuannya bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang berhak untuk disembah dan Rasullulah adlah utusan Allah, tetapi pada implementasinya justru banyak manyimpang dari ajaran dan syariat Allah SWT. Kita jangan merasa bangga dan berpuas diri dengan label kita apakah kita sebagai aktifis dakwah, ataupu ustadz sekalipun tetapi pengetahuan kita tentang islam masih rendah. Allah tidak butuh label kita, yang Allah butuhkan adalah pengetahuan kita akan ilmu yang disampaikanNya, panghambaan kita kepadaNya, kesungguhan dalam menjalankan syariat dan ajaran RasulNya, serta keikhlasan hati kita dalam melakukan segala aktifitas untuk meraih ridhoNya. Jangan sampai dengan minimnya pengetahuan kita dan keengganan kita untuk menjalankan syariatNya membuat Allah mensejajarkan kita dengan orang-orang kafir.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan curahan rahmat dan perlindunganNya kepada penulis dan Saudara-saudara sekalian. Wallahu’alam. (Ikh)

Komunikasi

Posted on by Ikhsan Nugraha


Inilah praktik untuk menyatakan segala sesuatu dengan jelas, tanpa agenda yang tersembunyi. Bila Anda menggunakan teknik ini, rekan Anda tidak akan mengira-ngira dan malah salah mengerti terhadap yang Anda katakana.
OTFD : Open The Front Door
O = Observation    (Pengamatan)
“Anda tidak ikut rapat pagi ini.”
T = Thought           (Pikiran)
“Saya pikir Anda melupakan atau tidak merasa itu penting.”
F = Feeling            (Perasaan)
“Ketika Anda tidak muncul, saya merasa marah dan frustasi.”
D = Desire             (Keinginan)
“Jika Anda tidak bisa ikut rapat, saya ingin Anda memberitahu sehari sebelumnya atau segera setelah Anda tahu bahwa Anda tidak bisa ikut.”

Apologi empat bagian :
  1. Akui Hal yang Anda Lakukan
Bertanggungjawablah dengan mengakuinya
“Saya mengakui bahwa saya mengacaukan rencana Anda dan menyakiti perasaan Anda ketika saya tidak dapat hadir dalam rapat.”
  1. Meminta Maaf
Nyatakan biaya atau kerusakan yang disebabkan oleh tindakan Anda
“Saya minta maaf karena menyakiti Anda dan membuang-buang waktu Anda dengan membuat Anda menunggu saya.”
  1. Selesaikanlah
Uraikan konsekuensi-konsekuensi sikap Anda dan tawarkan suatu penyelesaian
“Saya tahu Anda telah menunggu saya setengah jam. Adakah pekerjaan yang dapat saya bantu untuk mengganti waktu Anda yang terbuang ?”
  1. Berjanji
Buatlah suatu komitmen untuk berprilaku yang pantas
          “Saya setuju akan tepat waku atau menelepon sebelumnya jika saya tidak bisa.”

PROSES PERTALIAN
Untuk membantu orang agar saling mengenal dengan lebih baik.
Setiap orang memilih seorang rekan, lebih utama seseorang yang kurang mereka kenal dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Pertanyaan yang dipakai adalah :
1.      Katakan pada saya sesuatu yang saya tidak tahu mengenai Anda
2.      Katakan pada saya sesuatu yang Anda sukai dari saya
3.      Katakan pada saya sesuatu yang sama-sama kita sukai
Seorang rekan menanyakan kepada rekannya beberapa pertanyaan dan menjawab hanya dengan “Terima kasih”. Kemudian mereka berganti peran.Mereka mengulangi sederetan pertanyaan sebanyak tiga kali. Orang selalu muncul dengan sesuatu yang baru setiap kali dan sering kali putaran ketigalah yang paling memberikan pengaruh. Kemudian mereka berganti rekan.

Tawakkal

Posted on by Ikhsan Nugraha


 

“Dan, tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung.” (QS. An-Nisa’:81)“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah:23) , "Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3), “Kemudian apabila kalian telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran:159), “Jika Allah menolong kalian, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kalian, dan jika Allah membiarkan kalian (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran:160)


Allah menjadikan tawakal sebagai salah satu sifat orang-orang Mukmin yang fundamental.
“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang teah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah 9:51)
“Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah 5:23)
Hakikat Tawakal
Bisyr Al-Hafy berkata, “Andaikata seseorang benar-benar bertawakal kepada-Nya, tentu dia ridha terhadap apa yang dilakukan Allah terhadap dirinya.”
Tawakal adalah berserah diri kepada ketetapan dan takdir Allah dalam setiap keadaan. Jika dia bertawakal dengan sebenar-benarnya tawakal, berarti ridha terhadap apa pun yang dilakukan pelindungnya.
Abu Turab An Bakhsyaby berkata, “Tawakal adalah jika diberi dia bersyukur dan jika ditahan dia bersabar.”
Tawakal tidak benar kecuali disertai pelaksanaan sebab. Jika tidak, maka itu batil dan merupakan tawakal yang rusak.
Orang yang bertawakal merasa tenang karena ada janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan pengetahuan tentang Allah dan orang yang pasrah ridha terhadap hikmah Allah.
”Dan, tida ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud:6)
“Dan, berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut:60)
Muslim yang bertawakal bukan berarti mengabaikan upaya mencari rezki. Mereka tetap berusaha dan mengeluarkan jerih payahnya. Tetapi mereka merasa tenang, karena yakin tak seorang pun yang akan memakan bagian rezkinya yang telah ditentukan Allah baginya.
Diantara buah tawakal, bahwa tatkala orang yang bertawakal kepada Allah menyodorkan sebagian sebab seperti yang telah diperin-tahkan dan sesuai dengan kesanggupannya, maka apa yang ada di luar kekuatannya akan disempurnakaan oleh kekuasaan Ilahy Yang Mahatinggi.
Tawakal tidak menafikan pertimbangan sebab (Ikhtiar)
Ada seorang laki-laki datang sambil membawa onta betina miliknya, seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah saya harus membiarkan onta ini dan saya bertawakal, ataukah saya harus mengikatnya dan bertawakal?” Beiau menjawab, “Berilah tali kekang dan bertawakallah.”
Rasulullah bersabda “Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rezki sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung, yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam keadaan kenyang.”
Sabda beliau ini mengisyaratkan adanya sebab. Allah tidak memberi jaminan kekenyangan kepada burung yang pergi kecuali kepergiannya itu untuk aktif bergerak dan menyebar untuk mencari makan.
Buah tawakal kepada Allah
a.    Ketenangan dan Ketentraman
Karena meyakini adanya pertolongan dari Allah untuk menyem-purnakan apa yang ada diluar kekuatannya.

b.    Kekuatan
Yaitu kekuatan spiritual dan jiwa yang melebihi kekuatan material, kekuatan senjata maupun kekuatan uang. Kekuatan ini yang menjadi berkah bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai persoalan / masalah / ancaman yang dihadapinya.
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’. Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir’. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah 2:249-251)
c.     Keperkasaan
Orang yang bertawakal adalah orang yang perkasa sekalipun tanpa dukungan. Hati mereka bergantung kepada Allah, tidak membutuh-kan kecuali rahmat-Nya dan tidak takut kecuali adzab-Nya.
d.    Ridha
Sebagian ulama berkata, “Selagi aku ridha kepada Allah sebagai pelindung, maka kudapatkan jalan untuk setiap kebaikan.
e.     Harapan
Orang yang bertawakal kepada Allah tidak mengenal rasa putus asa di dalam hatinya. Sebab Al-Qur’an sudah mengajarinya bahwa keputusasaan merupakan benih kesesatan dan kufur.
“Ibraham berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr :56)
Seorang muslim senantiasa memiliki harapan untuk memperoleh keberuntungan yang diminta, keselamatan dari sesuatu yang tidak disukai, kemenangan kebenaran atas kebatilan, petunjuk atas kesesatan, keadilan atas kezhaliman dan kesulitan yang lenyap.
Wahai orang yang dizhalimi dan kalah, wahai orang yang dianiaya dan kesulitan, wahai orang yang terluka dan ditimpa bencana, janganlah engkau putus asa, sekalipun banyak rintangan yang menghadang di depanmu. Sesungguhnya Dzat yang mengetahui hal-hal yang gaib, yang mengampuni dosa dan membalik hati, akan menyingkirkan kesusahan darimu, mewujudkan apa yang engkau minta, sebagaimana penyakit yang akhirnya dijauhkan dari dir Ayyub dan kembalinya Yusuf kepada Ya’qub.
Pendorong-pendorong Tawakal
1.    Mengetahui Allah dengan Asma’ul Husna-Nya
Barangsiapa mengetahui Allah sebagai Rabb yang pengasih dan penyayang, yang perkasa, bijaksana, mendengar, mengetahui, hidup, berdiri sendiri, kaya, terpuji, melihat, berkuasa, pemberi rezki, kuat, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengeta-huan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang membuat-Nya lemah, bias berbuat apa pun yang Dia inginkan dan kehendaki di masa lalu atau pun yang akan datang, maka dia tentu merasa terdorong untuk bersandar dan bertawakal kepada-Nya.
Siapapun yang lebih mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya, maka tawakalnya lebih benar dan lebih kuat.
2.    Percaya kepada Allah
Percaya kepada Allah merupakan buah pengetahuan. Jika seseorang mengetahu Allah dengan sebenar-benarnya, tentu dia akan percaya kepada-Nya secara utuh, jiwanya menjadi tenang dan hatinya menjadi tentram.
Gambarannya adalah bercaya bahwa Dia lebih menyayangi hamba-hamba-Nya, melebihi rasa kasih saying orang tua kepada anaknya dan bahka Dia lebih santun terhadap mereka daripada kesantunan mereka terhadap dirinya sendiri. Dia lebih mengetahui kemaslaha-tan mereka daripada pengetahuan mereka sendiri.
Gambaran lain adalah percaya kepada janji yang disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya, bahwa Dia adalah pelindung orang-orang yang beriman, pendukung dan penyelamat mereka. Dia senantiasa bersama mereka untuk memberi pertolongan dan Dia tidak akan mengingkari janji.
Gambaran lain adalah percaya kepada jaminan rezki yang diberikan kepada makhluk-Nya.
“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki, Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat:58)
3.    Mengetahui Diri Sendiri dan Kelemahannya
Orang yang jauh dari tawakal adalah yang terperdaya oleh keadaan dirinya sendiri, yang mengagumi ilmunya, yang bangga dengan kekuatannya, yang tertipu dengan kekayaan yang dimilikinya, yang mengira bahwa dia tidak lagi membutuhkan Allah.
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq’:6-7)
Tawakal bias digambarkan dari orang yang merasa membutuhkan kepada pelindung dan tidak mungkin baginya untuk tidak membutuhkannya sekalipun hanya sekejap mata.
4.    Mengetahui Keutamaan Tawakal
“Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
5.    Hidup bersama Orang-orang yang Bertawakal (Ikh)

Bagaimana Rasulullah...

Posted on by Ikhsan Nugraha


1. MAKAN
Nabi S.A.W. makan menggunakan tangan kanan. Sewaktu makan, baginda menggunakan 3 jari dan sesudah makan jari-jarinya dihisap sebelum membersihkannya.
Baginda makan menggunakan suapan yang kecil, berhati-hati hingga makanan tidak terjatuh dari dulang atau tempat hidangan.
Baginda sering bertanya apakah hidangan makanan itu berbentuk hadiah atau sedekah. Bila makanan itu berbentuk sedekah, baginda tidak memakannya dan menyuruh sahabat makan tetapi bila makanan itu berbentuk hadiah, baginda akan turut makan bersama. (Riwayat Bukhari, Muslim, Nasaai dari Abu Hurairah)

2. TIDUR
Apabila Nabi S.A.W. merebahkan diri di tempat tidur, baginda sering berdoa yang artinya : "Alhamdulillah yang telah memberi kami makan, minum, tempat perlindungan dan keperluan hidup karena masih banyak yang kurang makan, minum dan tidak mempunyai tempat tidur. " (Riwayat Bukhari Muslim, Abu Daud, Termizi dan Nasaai dari Anas)
Di waktu Nabi S.A.W. hendak tidur, baginda meletakkan tangan kanannya dibawah pipi kanan baginda. (Riwayat Thabarany dari Hafshah)

Sebelum Nabi S.A.W. memejamkan mata, baginda berdoa yang artinya : "Ya Allah, dengan namaMu aku hidup dan dengan namaMu aku mati. "
Bila bangun dari tidur, baginda mengucapkan: "Alhamdulillah yang menghidupkan kami sesudah kami dimatikan dan kepadaNya kami akan kembali berkumpul, " (Riwayat Ahmad, Muslim dan Nasaai dari al-Barraaq).

3. MARAH
Kemarahan Nabi S.A.W. adalah karena kebenaran, artinya karena kebenaranlah baginda melahirkan kemarahannya.
Nabi S.A.W. marah dengan cara sopan, sesuai dengan do'anya ini, yaitu: "Aku mohonkan kepada Engkau kalimat kebenaran pada saat marah dan suka. "

      Maksudnya, Rasulullah S.A.W. tidak berkata kecuali yang benar saja begitu juga waktu marah atau waktu tidak marah. Kemarahan Rasulullah S.A.W. karena ada perkara yang tidak disukai yang menyalahi dari yang benar sebagaimana yang diajarkan agama atau yang terang-terangan dilarang oleh agama.
[Kitab Matan al-Arba'in - Sheikh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfuan-Nawawi]

    Imam Ghazali berkata: "Kemarahan manusia bermacam-macam. Setengahnya lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. setengahnya lambat marah, lambat pula redanya. Setengahnya lambat akan marahnya dan lekas pula hilangnya. Yang akhir inilah yang terpuji. "

4. KETAWA
Bila nabi S.A.W. ketawa, baginda akan meletakkan tangan di mulut baginda dan bila terjadi sesuatu yang menggembirakan, baginda akan mengucap syukur kepada Allah. Bila bercakap-cakap, baginda senantiasa tersenyum. (Riwayat Abu Daud dan Abu Musa)

5. WARNA dan PAKAIAN KESUKAAN
Warna yang disukai nabi S.A.W. ialah hijau dan pakaian yang digemari ialah habarah seperti kemeja panjang berwarna putih. (Riwayat Bukhari Muslim)

5 S

Posted on by Ikhsan Nugraha


Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, 


suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
(Kiai Haji Abdullah Gymnastyar)

Pemenang Vs Pecundang

Posted on by Ikhsan Nugraha


Pada suatu hari murid bertanya kepada gurunya
Guru, apa yang harus kulakukan agar aku menjadi pemenang dalam kehidupan ini bukan menjadi pecundang ?
Sang guru menjawab, pelajari perbedaan antara keduanya.
Jika pecundang selalu menjadi bagian dari masalah
Pemenang selalu menjadi bagian dari solusi.
Jika pecundang akan selalu punya alasan
Pemenang akan selalu punya program.
Jika pecundang berkata : Itu bukan pekerjaanku !

Pemenang akan berkata : Biar aku yang mengerjakan itu.
Bila pecundang melihat persoalan dari setiap jawaban
Pemenang akan melihat jawaban dari setiap persoalan.
Jika pecundang melihat kesalahan dari setiap persoalan
Pemenang melihat kebaikan dari setiap kesalahan.
Jika pecundang berkata : Itu mungkin dikerjakan, tapi sulit
Pemenang akan berkata : Itu sulit, tapi mungkin untuk dikerjakan.
Kalau kamu mau melakukan seluruh ciri-ciri pemenang, kaulah yang akan menjadi pemenang.