13 Kriteria Calon Istri yang Menjadi Acuan

Posted on Selasa, 31 Juli 2012 by Ikhsan Nugraha

Cinta adalah fitrah manusia. Cinta juga salah satu bentuk kesempurnaan penciptaan yang Allah berikan kepada manusia. Allah menghiasi hati manusia dengan perasaan cinta pada banyak hal. Salah satunya cinta seorang lelaki kepada seorang wanita, demikian juga sebaliknya.
Rasa cinta bisa menjadi anugerah jika luapkan sesuai dengan bingkai nilai-nilai ilahiyah. Namun, perasaan cinta dapat membawa manusia ke jurang kenistaan bila diumbar demi kesenangan semata dan dikendalikan nafsu liar.

Islam sebagai syariat yang sempurna, memberi koridor bagi penyaluran fitrah ini. Apalagi cinta yang kuat adalah salah satu energi yang bisa melanggengkan hubungan seorang pria dan wanita dalam mengarungi kehidupan rumah tangga. Karena itu, seorang pria shalih tidak asal dapat dalam memilih wanita untuk dijadikan pendamping hidupnya.

Ada banyak faktor yang bisa menjadi sebab munculnya rasa cinta seorang pria kepada wanita untuk diperistri. Setidak-tidaknya seperti di bawah ini.

1. Karena akidahnya yang Shahih

Keluarga adalah salah satu benteng akidah. Sebagai benteng akidah, keluarga harus benar-benar kokoh dan tidak bisa ditembus. Jika rapuh, maka rusaklah segala-galanya dan seluruh anggota keluarga tidak mungkin selamat dunia-akhirat. Dan faktor penting yang bisa membantu seorang lelaki menjaga kekokohan benteng rumah tangganya adalah istri shalihah yang berakidah shahih serta paham betul akan peran dan fungsinya sebagai madrasah bagi calon pemimpin umat generasi mendatang.

Allah menekankah hal ini dalam firmanNya, “Dan janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum mereka beriman. Sesungguhnya wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik dari orang musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedang Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. Dan Allah menerangkan ayat-ayat-Nya (perintah-perintah- Nya) kepada manusia supaya mereka mengambil pelajaran.” (Al-Baqarah: 221)

2. Karena paham agama dan mengamalkannya

Ada banyak hal yang membuat seorang lelaki mencintai wanita. Ada yang karena kemolekannya semata. Ada juga karena status sosialnya. Tidak sedikit lelaki menikahi wanita karena wanita itu kaya. Tapi, kata Rasulullah yang beruntung adalah lelaki yang mendapatkan wanita yang faqih dalam urusan agamanya. Itulah wanita dambaan yang lelaki shalih.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. bersabda, “Wanita dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Maka, ambillah wanita yang memiliki agama (wanita shalihah), kamu akan beruntung.” (Bukhari dan Muslim)

Rasulullah saw. juga menegaskan, “Dunia adalah perhiasan, dan perhiasan dunia yang paling baik adalah wanita yang shalihah.” (Muslim, Ibnu Majah, dan Nasa’i).

Jadi, hanya lelaki yang tidak berakal yang tidak mencintai wanita shalihah.

3. Dari keturunan yang baik

Rasulullah saw. mewanti-wanti kaum lelaki yang shalih untuk tidak asal menikahi wanita. “Jauhilah rumput hijau sampah!” Mereka bertanya, “Apakah rumput hijau sampah itu, ya Rasulullah?” Nabi menjawab, “Wanita yang baik tetapi tinggal di tempat yang buruk.” (Daruquthni, Askari, dan Ibnu ‘Adi)

Karena itu Rasulullah saw. memberi tuntunan kepada kaum lelaki yang beriman untuk selektif dalam mencari istri. Bukan saja harus mencari wanita yang tinggal di tempat yang baik, tapi juga yang punya paman dan saudara-saudara yang baik kualitasnya. “Pilihlah yang terbaik untuk nutfah-nutfah kalian, dan nikahilah orang-orang yang sepadan (wanita-wanita) dan nikahilah (wanita-wanitamu) kepada mereka (laki-laki yang sepadan),” kata Rasulullah. (Ibnu Majah, Daruquthni, Hakim, dan Baihaqi).

“Carilah tempat-tempat yang cukup baik untuk benih kamu, karena seorang lelaki itu mungkin menyerupai paman-pamannya,” begitu perintah Rasulullah saw. lagi. “Nikahilah di dalam “kamar” yang shalih, karena perangai orang tua (keturunan) itu menurun kepada anak.” (Ibnu ‘Adi)

Karena itu, Utsman bin Abi Al-’Ash Ats-Tsaqafi menasihati anak-anaknya agar memilih benih yang baik dan menghindari keturunan yang jelek. “Wahai anakku, orang menikah itu laksana orang menanam. Karena itu hendaklah seseorang melihat dulu tempat penanamannya. Keturunan yang jelek itu jarang sekali melahirkan (anak), maka pilihlah yang baik meskipun agak lama.”

4. Masih gadis

Siapapun tahu, gadis yang belum pernah dinikahi masih punya sifat-sifat alami seorang wanita. Penuh rasa malu, manis dalam berbahasa dan bertutur, manja, takut berbuat khianat, dan tidak pernah ada ikatan perasaan dalam hatinya. Cinta dari seorang gadis lebih murni karena tidak pernah dibagi dengan orang lain, kecuali suaminya.

Karena itu, Rasulullah saw. menganjurkan menikah dengan gadis. “Hendaklah kalian menikah dengan gadis, karena mereka lebih manis tutur katanya, lebih mudah mempunyai keturunan, lebih sedikit kamarnya dan lebih mudah menerima yang sedikit,” begitu sabda Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi.

Tentang hal ini A’isyah pernah menanyakan langsung ke Rasulullah saw. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika engkau turun di sebuah lembah lalu pada lembah itu ada pohon yang belum pernah digembalai, dan ada pula pohon yang sudah pernah digembalai; di manakah engkau akan menggembalakan untamu?” Nabi menjawab, “Pada yang belum pernah digembalai.” Lalu A’isyah berkata, “Itulah aku.”

Menikahi gadis perawan akan melahirkan cinta yang kuat dan mengukuhkan pertahanan dan kesucian. Namun, dalam kondisi tertentu menikahi janda kadang lebih baik daripada menikahi seorang gadis. Ini terjadi pada kasus seorang sahabat bernama Jabir.

Rasulullah saw. sepulang dari Perang Dzat al-Riqa bertanya Jabir, “Ya Jabir, apakah engkau sudah menikah?” Jabir menjawab, “Sudah, ya Rasulullah.” Beliau bertanya, “Janda atau perawan?” Jabir menjawab, “Janda.” Beliau bersabda, “Kenapa tidak gadis yang engkau dapat saling mesra bersamanya?” Jabir menjawab, “Ya Rasulullah, sesungguhnya ayahku telah gugur di medan Uhud dan meninggalkan tujuh anak perempuan. Karena itu aku menikahi wanita yang dapat mengurus mereka.” Nabi bersabda, “Engkau benar, insya Allah.”

5. Sehat jasmani dan penyayang

Sahabat Ma’qal bin Yasar berkata, “Seorang lelaki datang menghadap Nabi saw. seraya berkata, “Sesungguhnya aku mendapati seorang wanita yang baik dan cantik, namun ia tidak bisa melahirkan. Apa sebaiknya aku menikahinya?” Beliau menjawab, “Jangan.” Selanjutnya ia pun menghadap Nabi saw. untuk kedua kalinya, dan ternyata Nabi saw. tetap mencegahnya. Kemudian ia pun datang untuk ketiga kalinya, lalu Nabi saw. bersabda, “Nikahilah wanita yang banyak anak, karena sesungguhnya aku akan membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan umat-umat lain.” (Abu Dawud dan Nasa’i).

Karena itu, Rasulullah menegaskan, “Nikahilah wanita-wanita yang subur dan penyayang. Karena sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya kalian dari umat lain.” (Abu Daud dan An-Nasa’i)

6. Berakhlak mulia

Abu Hasan Al-Mawardi dalam Kitab Nasihat Al-Muluk mengutip perkataan Umar bin Khattab tentang memilih istri baik merupakan hak anak atas ayahnya, “Hak seorang anak yang pertama-tama adalah mendapatkan seorang ibu yang sesuai dengan pilihannya, memilih wanita yang akan melahirkannya. Yaitu seorang wanita yang mempunyai kecantikan, mulia, beragama, menjaga kesuciannya, pandai mengatur urusan rumah tangga, berakhlak mulia, mempunyai mentalitas yang baik dan sempurna serta mematuhi suaminya dalam segala keadaan.”

7. Lemah-lembut

Imam Ahmad meriwayatkan hadits dari A’isyah r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Wahai A’isyah, bersikap lemah lembutlah, karena sesungguhnya Allah itu jika menghendaki kebaikan kepada sebuah keluarga, maka Allah menunjukkan mereka kepada sifat lembah lembut ini.” Dalam riwayat lain disebutkan, “Jika Allah menghendaki suatu kebaikan pada sebuah keluarga, maka Allah memasukkan sifat lemah lembut ke dalam diri mereka.”

8. Menyejukkan pandangan

Rasulullah saw. bersabda, “Tidakkah mau aku kabarkan kepada kalian tentang sesuatu yang paling baik dari seorang wanita? (Yaitu) wanita shalihah adalah wanita yang jika dilihat oleh suaminya menyenangkan, jika diperintah ia mentaatinya, dan jika suaminya meninggalkannya ia menjaga diri dan harta suaminya.” (Abu daud dan An-Nasa’i)

“Sesungguhnya sebaik-baik wanitamu adalah yang beranak, besar cintanya, pemegang rahasia, berjiwa tegar terhadap keluarganya, patuh terhadap suaminya, pesolek bagi suaminya, menjaga diri terhadap lelaki lain, taat kepada ucapan dan perintah suaminya dan bila berdua dengan suami dia pasrahkan dirinya kepada kehendak suaminya serta tidak berlaku seolah seperti lelaki terhadap suaminya,” begitu kata Rasulullah saw. lagi.

Maka tak heran jika Asma’ binti Kharijah mewasiatkan beberapa hal kepada putrinya yang hendak menikah. “Engkau akan keluar dari kehidupan yang di dalamnya tidak terdapat keturunan. Engkau akan pergi ke tempat tidur, di mana kami tidak mengenalinya dan teman yang belum tentu menyayangimu. Jadilah kamu seperti bumi bagi suamimu, maka ia laksana langit. Jadilah kamu seperti tanah yang datar baginya, maka ia akan menjadi penyangga bagimu. Jadilah kamu di hadapannya seperti budah perempuan, maka ia akan menjadi seorang hamba bagimu. Janganlah kamu menutupi diri darinya, akibatnya ia bisa melemparmu. Jangan pula kamu menjauhinya yang bisa mengakibatkan ia melupakanmu. Jika ia mendekat kepadamu, maka kamu harus lebih mengakrabinya. Jika ia menjauh, maka hendaklah kamu menjauh darinya. Janganlah kami menilainya kecuali dalam hal-hal yang baik saja. Dan janganlah kamu mendengarkannya kecuali kamu menyimak dengan baik dan jangan kamu melihatnya kecuali dengan pandangan yang menyejukan.”

9. Realistis dalam menuntut hak dan melaksanakan kewajiban

Salah satu sifat terpuji seorang wanita yang patut dicintai seorang lelaki shalih adalah qana’ah. Bukan saja qana’ah atas segala ketentuan yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an, tetapi juga qana’ah dalam menerima pemberian suami. “Sebaik-baik istri adalah apabila diberi, dia bersyukur; dan bila tak diberi, dia bersabar. Engkau senang bisa memandangnya dan dia taat bila engkau menyuruhnya.” Karena itu tak heran jika acapkali melepas suaminya di depan pintu untuk pergi mencari rezeki, mereka berkata, “Jangan engkau mencari nafkah dari barang yang haram, karena kami masih sanggup menahan lapar, tapi kami tidak sanggup menahan panasnya api jahanam.”

Kata Rasulullah, “Istri yang paling berkah adalah yang paling sedikit biayanya.” (Ahmad, Al-Hakim, dan Baihaqi dari A’isyah r.a.)

Tapi, “Para wanita mempunyai hak sebagaimana mereka mempunyai kewajiban menurut kepantasan dan kewajaran,” begitu firman Allah swt. di surah Al-Baqarah ayat 228. Pelayanan yang diberikan seorang istri sebanding dengan jaminan dan nafkah yang diberikan suaminya. Ini perintah Allah kepada para suami, “Berilah tempat tinggal bagi perempuan-perempuan seperti yang kau tempati. Jangan kamu sakiti mereka dengan maksud menekan.” (At-Thalaq: 6)

10. Menolong suami dan mendorong keluarga untuk bertakwa

Istri yang shalihah adalah harta simpanan yang sesungguhnya yang bisa kita jadikan tabungan di dunia dan akhirat. Iman Tirmidzi meriwayatkan bahwa sahabat Tsauban mengatakan, “Ketika turun ayat ‘walladzina yaknizuna… (orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menafkahkannya di jalan Allah), kami sedang bersama Rasulullah saw. dalam suatu perjalanan. Lalu, sebagian dari sahabat berkata, “Ayat ini turun mengenai emas dan perak. Andaikan kami tahu ada harta yang lebih baik, tentu akan kami ambil”. Rasulullah saw. kemudian bersabda, “Yang lebih utama lagi adalah lidah yang berdzikir, hati yang bersyukur, dan istri shalihah yang akan membantu seorang mukmin untuk memelihara keimanannya.”

11. Mengerti kelebihan dan kekurangan suaminya

Nailah binti Al-Fafishah Al-Kalbiyah adalah seorang gadis muda yang dinikahkan keluarganya dengan Utsman bin Affan yang berusia sekitar 80 tahun. Ketika itu Utsman bertanya, “Apakah kamu senang dengan ketuaanku ini?” “Saya adalah wanita yang menyukai lelaki dengan ketuaannya,” jawab Nailah. “Tapi ketuaanku ini terlalu renta.” Nailah menjawab, “Engkau telah habiskan masa mudamu bersama Rasulullah saw. dan itu lebih aku sukai dari segala-galanya.”

12. Pandai bersyukur kepada suami

Rasulullah saw. bersabda, “Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada suaminya, sedang ia sangat membutuhkannya.” (An-Nasa’i).

13. Cerdas dan bijak dalam menyampaikan pendapat

Siapa yang tidak suka dengan wanita bijak seperti Ummu Salamah? Setelah Perjanjian Hudhaibiyah ditandatangani, Rasulullah saw. memerintahkan para sahabat untuk bertahallul, menyembelih kambing, dan bercukur, lalu menyiapkan onta untuk kembali pulang ke Madinah. Tetapi, para sabahat tidak merespon perintah itu karena kecewa dengan isi perjanjian yang sepertinya merugikan pihak kaum muslimin.

Rasulullah saw. menemui Ummu Salamah dan berkata, “Orang Islam telah rusak, wahai Ummu Salamah. Aku memerintahkan mereka, tetapi mereka tidak mau mengikuti.”

Dengan kecerdasan dalam menganalisis kejadian, Ummu Salamah mengungkapkan pendapatnya dengan fasih dan bijak, “Ya Rasulullah, di hadapan mereka Rasul merupakan contoh dan teladan yang baik. Keluarlah Rasul, temui mereka, sembelihlah kambing, dan bercukurlah. Aku tidak ragu bahwa mereka akan mengikuti Rasul dan meniru apa yang Rasul kerjakan.”

Subhanallah, Ummu Salamah benar. Rasulullah keluar, bercukur, menyembelih kambing, dan melepas baju ihram. Para sahabat meniru apa yang Rasulullah kerjakan. Inilah berkah dari wanita cerdas lagi bijak dalam menyampaikan pendapat. Wanita seperti inilah yang patut mendapat cinta dari seorang lelaki yang shalih.[ ]

dari: www.dakwatuna. com

Islam KTP Vs Islam Sebenarnya

Posted on by Ikhsan Nugraha


Betapa banyak umat islam yang saat ini hanya bermodalkan identitas dirinya saja sebagai seorang muslim, akan tetapi jiwa dan raganya tak ubahnya hanya seperti orang-orang yang tidak mengenal islam. Berhati-hatilah kita dengan kondisi seperti ini. Fenomena “islam KTP” yang kita kenal selama ini memang menjadi sebuah tanda-tanda perusak ummat islam menuju kejayaan seperti yang kita impikan selama ini. Lalu apakah sebenarnya Islam KTP itu, dan bagaimana seharusnya berislam itu, berikut uraiannya : 

Islam KTP

Dalam Islam KTP, yang penting bagi seseorang bukanlah apa yang ada dalam hati dan fikirannya, tetapi adalah pengakuan lahiriahnya, tidak peduli apakah ia memperlihatkan atau tidak tanda-tanda asas keislaman yang dianutnya tersebut. Apabila seseorang mengakui dengan lisan bahwa ia percaya kepada Allah, RasulNya, pada al-Qur'an, hari akhirat dan rukun-rukun iman yang lain, lalu memenuhi syarat-syarat yang diperlukan yang membuktikan pengakuannya itu, maka ia akan diterima dalam lingkungan Islam dan orang lain akan berurusan dengannya sebagaimana halnya dengan seorang Muslim. Tetapi kondisi seperti ini hanya terbatas pada kehidupan di dunia yang sementara ini saja, dan dari sudut pandangan duniawi hal ini menyediakan dasar hukum dan budaya bagi terbentuknya masyarakat Islam. Hasilnya hanyalah tidak lebih dari bahwa mereka yang dengan lisan menyatakan pengakuan sebagai Muslim diterima dalam masyarakat Islam dan diakui sebagai orang-orang Muslim. Tidak seorang pun dari mereka yang boleh disebut kafir, setiap orang dari mereka haruslah diberi hak-hak hukum, moral dan social seperti orang-orang lain, mereka boleh mengadakan hubungan perkawinan, mereka berhak memperoleh warisan, dan hubungan-hubungan perundangan lainnya yang biasa dijalankan oleh orang-orang Muslim. Kondisi seperti ini memang kita layak dihargai dan diperlakukan seperti seorang muslim, akan tetapi sesungguhnya di dalan jasad dan fikirannya belum tertanam prinsip-prinsip islam secara kaffah.

Islam Sebenarnya

Lalu bagaimanakah islam yang sebenarnya, keselamatan dan penilaian terhadap seorang Muslim dan Mukmin di akhirat, serta ia termasuk dalam kelompok hamba-hamba Allah yang disukaiNya, adalah hal lain yang tidak bergantung kepada pengakuan lisan, seperti disebut di atas tadi. Pengakuan yang sejati adalah pengakuan yang disertai suatu peneguhan dalam hati dan diikuti dengan penyerahan diri sepenuhnya kepada Allah dengan penuh keinginan. Pengakuan secara lisan di dunia ini hanyalah diperuntukkan bagi Tokoh agama dan masyarakat pada umumnya, kerana mereka hanya boleh melihat hal-hal yang lahiriah sahaja. Tetapi Allah melihat ke dalam hati dan batin seseorang, dan menyentuh iman yang ada di dalamnya. Kriteria yang dipakai Allah dalam menilai kedudukan seseorang adalah apakah hidupnya, matinya, kesetiaannya, kepatuhan dan penghambaannya serta seluruh hidup dan kerjanya ditujukan bagi Allah atau kepada yang lain? Bila semua itu diperuntukkan bagi Allah semata, maka ia dinilai sebagai seorang Mukmin dan Muslim, dan bila semua itu diperuntukkan bagi yang lain, maka ia bukanlah seorang Mukmin ataupun Muslim. Barang siapa yang tidak memenuhi kriteria ini, bererti kurang imannya, sejauh kekurangannya dalam memenuhi kriteria tersebut, tidak peduli apakah ia menempati jajaran orang-orang Islam yang terkemuka di dunia ini (Ustadz atau Ulama) dan mempunyai kedudukan setinggi apa pun. Menurut Allah, satu-satunya hal yang dapat dinilai adalah apakah Kita telah memberikan segala yang Kita miliki pada jalanNya. Bila Kita telah melakukannya, maka Kita akan memperolehi hak-hak istimewa, yang diberikan kepada mereka yang setia kepadaNya, dan menerima hak pahala bagi penghambaan Kita kepadaNya. Tetapi bila Kita tidak memperdulikan apa pun juga dari penghambaan kepadaNya, maka pengakuan Kita sebagai seorang Muslim yang berarti bahwa Kita telah mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah, adalah pengakuan yang palsu yang hanya dapat mengelabui mata dunia dan masyarakat Islam. Akan tetapi sekali-kali Kita tidak boleh menipu Allah. Masyarakat Islam mungkin saja akan menerima Kita dan memberikan hak-hak kepada Kita sebagai seorang Muslim di dunia ini, tetapi Allah tidak akan memberikan tempat kepada Kita di antara kelompok hamba-hambaNya yang beriman.

Bila Kita memikirkan perbedaan antara Islam KTP dan Islam yang sebenarnya seperti yang telah  diterangkan tadi, maka dengan sendirinya Kita akan mengerti bahwa buah yang akan dihasilkan dari kedua macam Islam itu akan sangat berbeda, baik dalam hidup di akhirat nanti maupun di dunia ini.

Saudaraku yang dirahmati Allah SWT, islam bukanlah keturnan yang apabila bapak atau ibu kita islam, maka Kita juga Muslim. Bukan berarti bahwa pakaian kita muslim, berjanggut, dan seluruh aktifitas yang kita lakukan secara lahiriyah nampak seperti orang-orang muslim, tidak seperti itu. Jangan sampai bentuk fisik dan aspek lahiriyah kita terlihat seperti muslim tetapi pada hakekatnya kita sama saja seperti orang-orang kafir laknatullah yang tidak mendapatkan rahmat dari Allah SWT, Naudzubillah..

Saudaraku, yang membedakan kita dengan orang-orang kafir adalah pengetahuan kita dan kataqwaan kita kepada Allah SWT. Betapa banyak umat muslim yang brsyahadat, menyatakan pengakuannya bahwa Allah adalah satu-satunya tuhan yang berhak untuk disembah dan Rasullulah adlah utusan Allah, tetapi pada implementasinya justru banyak manyimpang dari ajaran dan syariat Allah SWT. Kita jangan merasa bangga dan berpuas diri dengan label kita apakah kita sebagai aktifis dakwah, ataupu ustadz sekalipun tetapi pengetahuan kita tentang islam masih rendah. Allah tidak butuh label kita, yang Allah butuhkan adalah pengetahuan kita akan ilmu yang disampaikanNya, panghambaan kita kepadaNya, kesungguhan dalam menjalankan syariat dan ajaran RasulNya, serta keikhlasan hati kita dalam melakukan segala aktifitas untuk meraih ridhoNya. Jangan sampai dengan minimnya pengetahuan kita dan keengganan kita untuk menjalankan syariatNya membuat Allah mensejajarkan kita dengan orang-orang kafir.

Semoga Allah SWT senantiasa memberikan curahan rahmat dan perlindunganNya kepada penulis dan Saudara-saudara sekalian. Wallahu’alam. (Ikh)

Komunikasi

Posted on by Ikhsan Nugraha


Inilah praktik untuk menyatakan segala sesuatu dengan jelas, tanpa agenda yang tersembunyi. Bila Anda menggunakan teknik ini, rekan Anda tidak akan mengira-ngira dan malah salah mengerti terhadap yang Anda katakana.
OTFD : Open The Front Door
O = Observation    (Pengamatan)
“Anda tidak ikut rapat pagi ini.”
T = Thought           (Pikiran)
“Saya pikir Anda melupakan atau tidak merasa itu penting.”
F = Feeling            (Perasaan)
“Ketika Anda tidak muncul, saya merasa marah dan frustasi.”
D = Desire             (Keinginan)
“Jika Anda tidak bisa ikut rapat, saya ingin Anda memberitahu sehari sebelumnya atau segera setelah Anda tahu bahwa Anda tidak bisa ikut.”

Apologi empat bagian :
  1. Akui Hal yang Anda Lakukan
Bertanggungjawablah dengan mengakuinya
“Saya mengakui bahwa saya mengacaukan rencana Anda dan menyakiti perasaan Anda ketika saya tidak dapat hadir dalam rapat.”
  1. Meminta Maaf
Nyatakan biaya atau kerusakan yang disebabkan oleh tindakan Anda
“Saya minta maaf karena menyakiti Anda dan membuang-buang waktu Anda dengan membuat Anda menunggu saya.”
  1. Selesaikanlah
Uraikan konsekuensi-konsekuensi sikap Anda dan tawarkan suatu penyelesaian
“Saya tahu Anda telah menunggu saya setengah jam. Adakah pekerjaan yang dapat saya bantu untuk mengganti waktu Anda yang terbuang ?”
  1. Berjanji
Buatlah suatu komitmen untuk berprilaku yang pantas
          “Saya setuju akan tepat waku atau menelepon sebelumnya jika saya tidak bisa.”

PROSES PERTALIAN
Untuk membantu orang agar saling mengenal dengan lebih baik.
Setiap orang memilih seorang rekan, lebih utama seseorang yang kurang mereka kenal dan menjawab pertanyaan-pertanyaan tertentu. Pertanyaan yang dipakai adalah :
1.      Katakan pada saya sesuatu yang saya tidak tahu mengenai Anda
2.      Katakan pada saya sesuatu yang Anda sukai dari saya
3.      Katakan pada saya sesuatu yang sama-sama kita sukai
Seorang rekan menanyakan kepada rekannya beberapa pertanyaan dan menjawab hanya dengan “Terima kasih”. Kemudian mereka berganti peran.Mereka mengulangi sederetan pertanyaan sebanyak tiga kali. Orang selalu muncul dengan sesuatu yang baru setiap kali dan sering kali putaran ketigalah yang paling memberikan pengaruh. Kemudian mereka berganti rekan.

Tawakkal

Posted on by Ikhsan Nugraha


 

“Dan, tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah sebagai pelindung.” (QS. An-Nisa’:81)“Dan hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah:23) , "Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3), “Kemudian apabila kalian telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran:159), “Jika Allah menolong kalian, maka tak ada orang yang dapat mengalahkan kalian, dan jika Allah membiarkan kalian (tidak memberikan pertolongan), maka siapakah gerangan yang dapat menolong kalian (selain) dari Allah sesudah itu? Karena itu hendaklah kepada Allah saja orang-orang Mukmin bertawakal.” (QS. Ali Imran:160)


Allah menjadikan tawakal sebagai salah satu sifat orang-orang Mukmin yang fundamental.
“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang teah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.” (QS. At-Taubah 9:51)
“Dan, hanya kepada Allah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian benar-benar orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah 5:23)
Hakikat Tawakal
Bisyr Al-Hafy berkata, “Andaikata seseorang benar-benar bertawakal kepada-Nya, tentu dia ridha terhadap apa yang dilakukan Allah terhadap dirinya.”
Tawakal adalah berserah diri kepada ketetapan dan takdir Allah dalam setiap keadaan. Jika dia bertawakal dengan sebenar-benarnya tawakal, berarti ridha terhadap apa pun yang dilakukan pelindungnya.
Abu Turab An Bakhsyaby berkata, “Tawakal adalah jika diberi dia bersyukur dan jika ditahan dia bersabar.”
Tawakal tidak benar kecuali disertai pelaksanaan sebab. Jika tidak, maka itu batil dan merupakan tawakal yang rusak.
Orang yang bertawakal merasa tenang karena ada janji Allah, orang yang berserah diri cukup dengan pengetahuan tentang Allah dan orang yang pasrah ridha terhadap hikmah Allah.
”Dan, tida ada suatu binatang melatapun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezkinya.” (QS. Hud:6)
“Dan, berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allahlah yang memberi rezki kepadanya dan kepada kalian dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut:60)
Muslim yang bertawakal bukan berarti mengabaikan upaya mencari rezki. Mereka tetap berusaha dan mengeluarkan jerih payahnya. Tetapi mereka merasa tenang, karena yakin tak seorang pun yang akan memakan bagian rezkinya yang telah ditentukan Allah baginya.
Diantara buah tawakal, bahwa tatkala orang yang bertawakal kepada Allah menyodorkan sebagian sebab seperti yang telah diperin-tahkan dan sesuai dengan kesanggupannya, maka apa yang ada di luar kekuatannya akan disempurnakaan oleh kekuasaan Ilahy Yang Mahatinggi.
Tawakal tidak menafikan pertimbangan sebab (Ikhtiar)
Ada seorang laki-laki datang sambil membawa onta betina miliknya, seraya bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah saya harus membiarkan onta ini dan saya bertawakal, ataukah saya harus mengikatnya dan bertawakal?” Beiau menjawab, “Berilah tali kekang dan bertawakallah.”
Rasulullah bersabda “Andaikata kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya Dia akan memberi kalian rezki sebagaimana Dia memberikan rezki kepada burung, yang pergi dalam keadaan perut kosong dan kembali lagi dalam keadaan kenyang.”
Sabda beliau ini mengisyaratkan adanya sebab. Allah tidak memberi jaminan kekenyangan kepada burung yang pergi kecuali kepergiannya itu untuk aktif bergerak dan menyebar untuk mencari makan.
Buah tawakal kepada Allah
a.    Ketenangan dan Ketentraman
Karena meyakini adanya pertolongan dari Allah untuk menyem-purnakan apa yang ada diluar kekuatannya.

b.    Kekuatan
Yaitu kekuatan spiritual dan jiwa yang melebihi kekuatan material, kekuatan senjata maupun kekuatan uang. Kekuatan ini yang menjadi berkah bagi seorang muslim dalam menghadapi berbagai persoalan / masalah / ancaman yang dihadapinya.
“Orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Allah, berkata, ‘Berapa banyak terjadi golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar’. Tatkala Jalut dan tentaranya telah tampak oleh mereka, mereka pun berdoa, “Ya Rabb kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir’. Mereka (tentara Thalut) mengalahkan tentara Jalut dengan izin Allah.” (QS. Al-Baqarah 2:249-251)
c.     Keperkasaan
Orang yang bertawakal adalah orang yang perkasa sekalipun tanpa dukungan. Hati mereka bergantung kepada Allah, tidak membutuh-kan kecuali rahmat-Nya dan tidak takut kecuali adzab-Nya.
d.    Ridha
Sebagian ulama berkata, “Selagi aku ridha kepada Allah sebagai pelindung, maka kudapatkan jalan untuk setiap kebaikan.
e.     Harapan
Orang yang bertawakal kepada Allah tidak mengenal rasa putus asa di dalam hatinya. Sebab Al-Qur’an sudah mengajarinya bahwa keputusasaan merupakan benih kesesatan dan kufur.
“Ibraham berkata, ‘Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr :56)
Seorang muslim senantiasa memiliki harapan untuk memperoleh keberuntungan yang diminta, keselamatan dari sesuatu yang tidak disukai, kemenangan kebenaran atas kebatilan, petunjuk atas kesesatan, keadilan atas kezhaliman dan kesulitan yang lenyap.
Wahai orang yang dizhalimi dan kalah, wahai orang yang dianiaya dan kesulitan, wahai orang yang terluka dan ditimpa bencana, janganlah engkau putus asa, sekalipun banyak rintangan yang menghadang di depanmu. Sesungguhnya Dzat yang mengetahui hal-hal yang gaib, yang mengampuni dosa dan membalik hati, akan menyingkirkan kesusahan darimu, mewujudkan apa yang engkau minta, sebagaimana penyakit yang akhirnya dijauhkan dari dir Ayyub dan kembalinya Yusuf kepada Ya’qub.
Pendorong-pendorong Tawakal
1.    Mengetahui Allah dengan Asma’ul Husna-Nya
Barangsiapa mengetahui Allah sebagai Rabb yang pengasih dan penyayang, yang perkasa, bijaksana, mendengar, mengetahui, hidup, berdiri sendiri, kaya, terpuji, melihat, berkuasa, pemberi rezki, kuat, tidak ada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengeta-huan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang membuat-Nya lemah, bias berbuat apa pun yang Dia inginkan dan kehendaki di masa lalu atau pun yang akan datang, maka dia tentu merasa terdorong untuk bersandar dan bertawakal kepada-Nya.
Siapapun yang lebih mengetahui Allah dan sifat-sifat-Nya, maka tawakalnya lebih benar dan lebih kuat.
2.    Percaya kepada Allah
Percaya kepada Allah merupakan buah pengetahuan. Jika seseorang mengetahu Allah dengan sebenar-benarnya, tentu dia akan percaya kepada-Nya secara utuh, jiwanya menjadi tenang dan hatinya menjadi tentram.
Gambarannya adalah bercaya bahwa Dia lebih menyayangi hamba-hamba-Nya, melebihi rasa kasih saying orang tua kepada anaknya dan bahka Dia lebih santun terhadap mereka daripada kesantunan mereka terhadap dirinya sendiri. Dia lebih mengetahui kemaslaha-tan mereka daripada pengetahuan mereka sendiri.
Gambaran lain adalah percaya kepada janji yang disebutkan Allah di dalam Kitab-Nya, bahwa Dia adalah pelindung orang-orang yang beriman, pendukung dan penyelamat mereka. Dia senantiasa bersama mereka untuk memberi pertolongan dan Dia tidak akan mengingkari janji.
Gambaran lain adalah percaya kepada jaminan rezki yang diberikan kepada makhluk-Nya.
“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki, Yang Mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat:58)
3.    Mengetahui Diri Sendiri dan Kelemahannya
Orang yang jauh dari tawakal adalah yang terperdaya oleh keadaan dirinya sendiri, yang mengagumi ilmunya, yang bangga dengan kekuatannya, yang tertipu dengan kekayaan yang dimilikinya, yang mengira bahwa dia tidak lagi membutuhkan Allah.
“Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu benar-benar melampaui batas, karena dia melihat dirinya serba cukup.” (QS. Al-Alaq’:6-7)
Tawakal bias digambarkan dari orang yang merasa membutuhkan kepada pelindung dan tidak mungkin baginya untuk tidak membutuhkannya sekalipun hanya sekejap mata.
4.    Mengetahui Keutamaan Tawakal
“Dan, barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq:3)
5.    Hidup bersama Orang-orang yang Bertawakal (Ikh)

Bagaimana Rasulullah...

Posted on by Ikhsan Nugraha


1. MAKAN
Nabi S.A.W. makan menggunakan tangan kanan. Sewaktu makan, baginda menggunakan 3 jari dan sesudah makan jari-jarinya dihisap sebelum membersihkannya.
Baginda makan menggunakan suapan yang kecil, berhati-hati hingga makanan tidak terjatuh dari dulang atau tempat hidangan.
Baginda sering bertanya apakah hidangan makanan itu berbentuk hadiah atau sedekah. Bila makanan itu berbentuk sedekah, baginda tidak memakannya dan menyuruh sahabat makan tetapi bila makanan itu berbentuk hadiah, baginda akan turut makan bersama. (Riwayat Bukhari, Muslim, Nasaai dari Abu Hurairah)

2. TIDUR
Apabila Nabi S.A.W. merebahkan diri di tempat tidur, baginda sering berdoa yang artinya : "Alhamdulillah yang telah memberi kami makan, minum, tempat perlindungan dan keperluan hidup karena masih banyak yang kurang makan, minum dan tidak mempunyai tempat tidur. " (Riwayat Bukhari Muslim, Abu Daud, Termizi dan Nasaai dari Anas)
Di waktu Nabi S.A.W. hendak tidur, baginda meletakkan tangan kanannya dibawah pipi kanan baginda. (Riwayat Thabarany dari Hafshah)

Sebelum Nabi S.A.W. memejamkan mata, baginda berdoa yang artinya : "Ya Allah, dengan namaMu aku hidup dan dengan namaMu aku mati. "
Bila bangun dari tidur, baginda mengucapkan: "Alhamdulillah yang menghidupkan kami sesudah kami dimatikan dan kepadaNya kami akan kembali berkumpul, " (Riwayat Ahmad, Muslim dan Nasaai dari al-Barraaq).

3. MARAH
Kemarahan Nabi S.A.W. adalah karena kebenaran, artinya karena kebenaranlah baginda melahirkan kemarahannya.
Nabi S.A.W. marah dengan cara sopan, sesuai dengan do'anya ini, yaitu: "Aku mohonkan kepada Engkau kalimat kebenaran pada saat marah dan suka. "

      Maksudnya, Rasulullah S.A.W. tidak berkata kecuali yang benar saja begitu juga waktu marah atau waktu tidak marah. Kemarahan Rasulullah S.A.W. karena ada perkara yang tidak disukai yang menyalahi dari yang benar sebagaimana yang diajarkan agama atau yang terang-terangan dilarang oleh agama.
[Kitab Matan al-Arba'in - Sheikh Muhyiddin Abu Zakaria Yahya bin Syirfuan-Nawawi]

    Imam Ghazali berkata: "Kemarahan manusia bermacam-macam. Setengahnya lekas marah, lekas tenang dan lekas hilang. setengahnya lambat marah, lambat pula redanya. Setengahnya lambat akan marahnya dan lekas pula hilangnya. Yang akhir inilah yang terpuji. "

4. KETAWA
Bila nabi S.A.W. ketawa, baginda akan meletakkan tangan di mulut baginda dan bila terjadi sesuatu yang menggembirakan, baginda akan mengucap syukur kepada Allah. Bila bercakap-cakap, baginda senantiasa tersenyum. (Riwayat Abu Daud dan Abu Musa)

5. WARNA dan PAKAIAN KESUKAAN
Warna yang disukai nabi S.A.W. ialah hijau dan pakaian yang digemari ialah habarah seperti kemeja panjang berwarna putih. (Riwayat Bukhari Muslim)

5 S

Posted on by Ikhsan Nugraha


Suatu saat, adzan Maghrib tiba. Kami bersegera shalat di sebuah mesjid yang dikenal dengan tempat mangkalnya aktivis Islam yang mempunyai kesungguhan dalam beribadah. Di sana tampak beberapa pemuda yang berpakaian “khas Islam” sedang menantikan waktu shalat. Kemudian, adzan berkumandang dan qamat pun segera diperdengarkan sesudah shalat sunat. Hal yang menarik adalah begitu sungguh-sungguhnya keinginan imam muda untuk merapikan shaf. Tanda hitam di dahinya, bekas tanda sujud, membuat kami segan. Namun, tatkala upaya merapikan shaf dikatakan dengan kata-kata yang agak ketus tanpa senyuman, “Shaf, shaf, rapikan shafnya!”, 


suasana shalat tiba-tiba menjadi tegang karena suara lantang dan keras itu. Karuan saja, pada waktu shalat menjadi sulit khusyu, betapa pun bacan sang imam begitu bagus karena terbayang teguran yang keras tadi.
Seusai shalat, beberapa jemaah shalat tadi tidak kuasa menahan lisan untuk saling bertukar ketegangan yang akhirnya disimpulkan, mereka enggan untuk shalat di tempat itu lagi. Pada saat yang lain, sewaktu kami berjalan-jalan di Perth, sebuah negara bagian di Australia, tibalah kami di sebuah taman. Sungguh mengherankan, karena hampir setiap hari berjumpa dengan penduduk asli, mereka tersenyum dengan sangat ramah dan menyapa “Good Morning!” atau sapa dengan tradisinya. Yang semuanya itu dilakukan dengan wajah cerah dan kesopanan. Kami berupaya menjawab sebisanya untuk menutupi kekagetan dan kekaguman. Ini negara yang sering kita sebut negara kaum kafir.
Dua keadaan ini disampaikan tidak untuk meremehkan siapapun tetapi untuk mengevaluasi kita, ternyata luasnya ilmu, kekuatan ibadah, tingginya kedudukan, tidak ada artinya jikalau kita kehilangan perilaku standar yang dicontohkan Rasulullah SAW, sehingga mudah sekali merontokan kewibawaan dakwah itu sendiri.
Ada beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini, bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa, sopan, dan santun.
Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum? Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?
S yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara. Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri. Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam? Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras? Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan kita?
S keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk, ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita, bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan atau tidak.
S kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean, demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri. Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudara-saudaraku, Islam sudah banyak disampaikan oleh aneka teori dan dalil. Begitu agung dan indah. Yang dibutuhkan sekarang adalah, mana pribadi-pribadi yang indah dan agung itu? Yuk, kita jadikan diri kita sebagai bukti keindahan Islam, walau secara sederhana. Amboi, alangkah indahnya wajah yang jernih, ceria, senyum yang tulus dan ikhlas, membahagiakan siapapun. Betapa nyamannya suasana saat salam hangat ditebar, saling mendo’akan, menyapa dengan ramah, lembut, dan penuh perhatian. Alangkah agungnya pribadi kita, jika penampilan kita selalu sopan dengan siapapun dan dalam kondisi bagaimana pun. Betapa nikmatnya dipandang, jika pribadi kita santun, mau mendahulukan orang lain, rela mengalah dan memberikan haknya, lapang dada,, pemaaf yang tulus, dan ingin membalas keburukan dengan kebaikan serta kemuliaan.
Saudaraku, Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini, semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak.
(Kiai Haji Abdullah Gymnastyar)

Pemenang Vs Pecundang

Posted on by Ikhsan Nugraha


Pada suatu hari murid bertanya kepada gurunya
Guru, apa yang harus kulakukan agar aku menjadi pemenang dalam kehidupan ini bukan menjadi pecundang ?
Sang guru menjawab, pelajari perbedaan antara keduanya.
Jika pecundang selalu menjadi bagian dari masalah
Pemenang selalu menjadi bagian dari solusi.
Jika pecundang akan selalu punya alasan
Pemenang akan selalu punya program.
Jika pecundang berkata : Itu bukan pekerjaanku !

Pemenang akan berkata : Biar aku yang mengerjakan itu.
Bila pecundang melihat persoalan dari setiap jawaban
Pemenang akan melihat jawaban dari setiap persoalan.
Jika pecundang melihat kesalahan dari setiap persoalan
Pemenang melihat kebaikan dari setiap kesalahan.
Jika pecundang berkata : Itu mungkin dikerjakan, tapi sulit
Pemenang akan berkata : Itu sulit, tapi mungkin untuk dikerjakan.
Kalau kamu mau melakukan seluruh ciri-ciri pemenang, kaulah yang akan menjadi pemenang.

7 Pahala..

Posted on by Ikhsan Nugraha


Dari Anas r.a. berkata bahawa ada tujuh macam pahala yang dapat diterima seseorang itu selepas matinya.
      1)        Sesiapa yang mendirikan masjid maka ia tetap pahalanya selagi masjid itu digunakan oleh orang untuk beramal ibadat di dalamnya.
      2)       Sesiapa yang mengalirkan air sungai selagi ada orang yang minum daripadanya.
      3)       Sesiapa yang menulis mushaf ia akan mendapat pahala selagi ada orang yang membacanya. 
4)       Orang yang menggali perigi selagi ada orang yang menggunakannya.
5)       Sesiapa yang menanam tanam-tanaman selagi ada yang memakannya baik dari manusia atau burung.
6)       Mereka yang mengajarkan ilmu yang berguna selama ia diamalkan oleh orang yang mempelajarinya.
7)       Orang yang meninggalkan anak yang soleh yang mana ianya selalu mendoakan kedua orang tuanya dan beristighfar baginya yakni anak yang selalu diajari ilmu Al-Qur'an maka orang yang mengajarnya akan mendapat pahala selagi anak itu mengamalkan ajaran-ajarannya tanpa mengurangi pahala anak itu sendiri.

Abu Hurairah r.a. berkata, Rasulullah S.A.W. telah bersabda : "Apabila telah mati anak Adam itu, maka terhentilah amalnya melainkan tiga macam :
1. Sedekah yang berjalan terus (Sedekah Amal Jariah)
2. Ilmu yang berguna dan diamalkan.
3. Anak yang soleh yang mendoakan baik baginya.

5 WASIAT DARI ALLAH S.W.T. KEPADA RASULULLAH S.A.W

Posted on by Ikhsan Nugraha


Dari Nabi S.A.W., "Pada waktu malam saya diisra’ kan sampai ke langit, Allah S.W.T telah memberikan lima wasiat, antaranya :
   - Janganlah engkau gantungkan hatimu kepada dunia kerana sesungguhnya Aku tidak menjadikan dunia ini untuk engkau.
     -  Jadikan cintamu kepada-Ku sebab tempat kembalimu adalah kepada-Ku.
       -  Bersungguh-sungguhlah engkau mencari syurga. 

- Putuskan harapan dari makhluk kerana sesungguhnya mereka itu sedikitpun tidak ada kuasa di tangan mereka.
- Rajinlah mengerjakan sholat tahajjud kerana sesungguhnya pertolongan itu berserta qiamullail.

       Ibrahim bin Adham berkata, "Telah datang kepadaku beberapa orang tetamu, dan saya tahu mereka itu adalah wakil guru tariqat. Saya berkata kepada mereka, berikanlah nasihat yang berguna kepada saya, yang akan membuat saya takut kepada Allah S.W.T.
Lalu mereka berkata, "Kami wasiatkan kepada kamu 7 perkara, iaitu :
1)      Orang yang banyak bicaranya janganlah kamu harapkan sangat kesedaran hatinya.
2)     Orang yang banyak makan janganlah kamu harapkan sangat kata-kata himat darinya.
3)     Orang yang banyak bergaul dengan manusia janganlah kamu harapkan sangat kemanisan ibadahnya.
4)     Orang yang cinta kepada dunia janganlah kamu harapkan sangat khusnul khatimahnya.
5)     Orang yang bodoh janganlah kamu harapkan sangat akan hidup hatinya.
6)   Orang yang memilih berkawan dengan orang yang zalim janganlah kamu harapkan sangat kelurusan agamanya.
7)  Orang yang mencari keredhaan manusia janganlah harapkan sangat akan keredhaan Allah daripadanya."

Nasehat Imam Ghazali

Posted on by Ikhsan Nugraha


Nasehat imam ghazali :
Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali bertanya....pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".
Murid-muridnya menjawab "orang tua,guru, kawan, dan sahabatnya".
Imam Ghozali menjelaskan semua jawapan itu benar. Tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sememangnya janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185)

       Lalu Imam Ghozali meneruskan pertanyaan yang kedua.... "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".
Murid -muridnya menjawab "negara Cina, bulan, matahari dan bintang -bintang".
Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahawa semua jawapan yang mereka berikan itu adalah benar. Tapi yang paling benar adalah "MASA LALU". Walau dengan apa cara sekalipun kita tidak dapat kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

       Lalu Imam Ghozali meneruskan dengan pertanyaan yang ketiga.... "Apa yang paling besar di dunia ini?". Murid-muridnya menjawah "gunung, bumi dan matahari".
Semua jawapan itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (Al A'Raf 179).
Maka kita harus berhati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

       Pertanyaan keempat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".
Ada yang menjawab "besi dan gajah".
Semua jawapan adalah benar, kata Imam Ghozali, tapi yang paling berat adalah "MEMEGANG AMANAH" (Al Ahzab 72).
Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.
Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT, sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak dapat memegang amanahnya.

       Pertanyaan yang kelima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?"...
Ada yang menjawab "kapas, angin, debu dan daun-daunan".
Semua itu benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling ringan di dunia ini adalah meninggalkan Sholat. Gara-gara pekerjaan kita meninggalkan sholat, gara-gara bermesyuarat kita meninggalkan sholat.

       Dan pertanyaan keenam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?"...
Murid-muridnya menjawab dengan serentak, "pedang".
Benar kata Imam Ghozali, tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA" Karena melalui lidah, Manusia selalunya menyakiti hati dan melukai perasaan saudaranya sendiri. (Ikh)

Untaian Mutiara Luqman Al-Hakim

Posted on by Ikhsan Nugraha

  • Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
  • Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
  • Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
  • Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
  • (Luqman berkata): "Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasinya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
  • Hai anakku, dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia) mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu. Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh Allah).
  • Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.
  • Dan sederhanalah kamu dalam berjalan dan lunakkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai.
  • Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan) mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni`mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.
  • Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab: "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?
  • Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.
  • Dan barangsiapa kafir maka kekafirannya itu janganlah menyedihkanmu. Hanya kepada Kami-lah mereka kembali, lalu Kami beritakan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.
  • Kami biarkan mereka bersenang-senang sebentar, kemudian Kami paksa mereka (masuk) ke dalam siksa yang keras.
  • Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: "Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?" Tentu mereka akan menjawab : "Allah". Katakanlah: "Segala puji bagi Allah"; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.
  • Kepunyaan Allah-lah apa yang di langit dan yang di bumi. Sesungguhnya Allah Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
  • Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
  • Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
  • Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
  • Demikianlah, karena sesungguhnya Allah, Dia-lah yang hak dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain dari Allah itulah yang batil; dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.
  • Tidakkah kamu memperhatikan bahwa sesungguhnya kapal itu berlayar di laut dengan ni`mat Allah, supaya diperlihatkan-Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kekuasaan) -Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi semua orang yang sangat sabar lagi banyak bersyukur.
  • Dan apabila mereka dilamun ombak yang besar seperti gunung, mereka menyeru Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai di daratan, lalu sebagian mereka tetap menempuh jalan yang lurus. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang yang tidak setia lagi ingkar.
  • Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu dan takutilah suatu hari yang (pada hari itu) seorang bapak tidak dapat menolong anaknya dan seorang anak tidak dapat (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) Allah.
  • Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dia-lah Yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.