Isu-isu penerapan syari’ah Islam secara formal di Indonesia tidak semudah
Negara Malaysia. Di Indonesia kata-kata undang-undang syari’ah seperti momok
dan menakutkan. Padahal tdk ada yang perlu ditakutkan dalam syari'ah. Di negeri
Malaysia sejak berdirinya, tidak mengalami kendala dalam memasukkan hukum Islam
ke dalam konstitusi Negara. Ada beberapa sebab resistensi penerapan syariah
dalam konstitusi Indonesia cukup besar.
Secara umum karena masyarakat dan pejabat belum memahami konsep syariah dan arus sekularisasi yang menyerang pemikiran masyarakat masih cukup masif. Tapi sesungguhnya, resistensi terhadap syariah Islam itu dipengaruhi oleh pemikiran para orientalis.
Secara umum karena masyarakat dan pejabat belum memahami konsep syariah dan arus sekularisasi yang menyerang pemikiran masyarakat masih cukup masif. Tapi sesungguhnya, resistensi terhadap syariah Islam itu dipengaruhi oleh pemikiran para orientalis.
Hal ini disampaikan oleh Dr.Syamsuddin Arif, M.A dalam Workshop Peradaban Islam
di Pesantren Peradaban Fakhruddin al-Razi, Purwakarta pada Ahad (24/06/2012)
yang diadakan oleh INSISTS. Dalam workshop yang diikuit oleh sekitar 60-an
aktifis dakwah itu, Syamsuddin menjelaskan pemikiran para orientalis tentang
syariah Islam.
Menurut peneliti INSISTS ini, banyak tokoh-tokoh Islam yang justru tidak peduli
bahkan menolak wacana penerapan syari’ah Islam di Indonesia. Memang ada
beberapa sebab, bisa jadi karena tekanan atau bujukan. Namun yang jelas, jika
ditelusuri ide-ide penolakan itu telah lama digaungkan oleh orientalis.
“Seorang orientalis bernama Coulson berpendapat syariah itu sekedar aditasi,
tidak perlu diamalkan karena alasannya terlalu idealis”, terang doktor alumni
ISTAC Malaysia itu. Pendapat senada diungkapkan oleh HAR.Gibb, Snouck Hurgronje
dan Lorsen. Lorsen mengatakan bahwa syari’ah Islam itu kacau balau bercampur
dengan budaya dan pikiran masyarakat Arab Syiria yang bercampur dengan Romawi.
Oleh karena itu, implementasi syariah berarti arabisasi. Syari’ah hanya produk
para ulama’ sehingga tidak absolut.
Para orientalis, menurut Syamsuddin, sebenarnya arogan dan tidak konsisten.
“Mereka beramai-ramai mengajak untuk mencurigai para sahabat. Jangan mudah
percaya pada shabat Nabi. Jangan langsung ikuti. Tapi mereka mengajak untuk
mempercayai diri mereka. Ini seperti pernah dikatakan seorang orientalis
bernama K. Motzki”, jelas ahli orientalis yang pernah studi di Jerman itu.
Pemikiran-pemikiran itulah yang sekarang mempengaruhi para tokoh-tokoh Islam
yang menolak penegakan syariah Islam. Dalam kesempatan itu Syamsuddin
menjelaskan, sesungguhnya orang-orang yang ahli syariah itu banyak, dan
kajian-kajian tentang syariah juga tidak sedikit. Kenapa masih ada resistensi?
“Ini karena marginalisasi yang tersetting”, tegasnya. Orang-orang yang
mempelajari dan memahami itu sengaja dipinggirkan. Sejak awal berdiri Negara
ini memang terjadi pertarungan antara golongan Islam dan sekular.
Berbeda dengan Malaysia. Negeri Jiran ini cukup beruntung karena dalam
konstitusinya tertera bahwa Islam menjadi dasar Negara. Dan kenyataannya hal
ini dapahami rakyat Malaysia. Dan tidak ada problem dengan pemeluk agama lain.
Selain itu rakyat Malaysia sudah terdidik dengan pemahaman Islam. Mereka
menyadari akan bahaya liberalisasi dan sekularisasi.
Di Indonesia sesungguhnya tetap memiliki peluang hukum. Yaitu Piagam Jakarta.
Dalam UUD ’45 pun disebut kalimah Allah. Dan dalam butir-butir Pancasila
sesungguhnya mengandung konsep-konsep Islam seperti kalimat “keadilan”,
“beradab” dan” musyawarah”.
Sementara Workshop Peradaban Islam ini diadakan dua hari tanggal 23-24 Juni,
yang dihadiri oleh para peneliti INSISTS, seperti Adnin Armas,MA, Dr. Nirwan
Syafrin, Henry Shalahaddin, MA dan Tiar Bahtiar Anwar, MA. Pertemuan ini juga
dimanfaatkan untuk rapat konsolidasi jaringan INSISTS dan merancang
program-program ke depan (kh/ikh).
0 Responses to "Wacana Penolakan Penegakan Syari’ah":
Posting Komentar