"Itsar" Sifat Mulia Para Sahabat

Posted on Rabu, 31 Agustus 2011 by Ikhsan Nugraha


Seorang Shahabat dengan Tamunya
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu bahwa suatu ketika ada seorang tamu datang kepada Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, seluruh istri beliau tidak memiliki apa-apa, kecuali hanya air. Maka Nabi Shalallaahu alaihi wasalam bersabda, "Barang siapa di antara kalian yang mau menjamu tamu ini, maka Allah akan merahmatinya." Seorang laki-laki kaum Anshar berdiri dan berkata, "Saya akan menjamunya wahai Rasulullah." Maka diajaknya tamu tersebut ke rumahnya. Sesampai di rumah dia berkata kepada istrinya, "Apakah engkau masih memiliki sesuatu? Sang istri menyahut, "Tidak, selain sedikit jatah buat anak kita." Maka diapun berkata kepada istrinya, "Bujuk dan iming-imingi anak-anak dengan sesuatu, kemudian apabila tamu kita masuk rumah matikanlah lampu dan buatlah kesan, bahwa kita juga sedang makan. Apabila nanti tamu sudah siap makan, maka kamu segera mematikan lampu tersebut. Berkata perawi, "Mereka sekeluarga hanya duduk-duduk saja (tidak makan), sedangkan tamunya makan. Lalu pada pagi harinya orang tersebut datang kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, Nabi bersabda, "Allah heran dengan tingkah kalian berdua terhadap tamu kalian tadi malam," maka Allah menurunkan ayat :
Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) 'mencintai' orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang orang yang beruntung  (QS. Al Hasyr ayat 9). (HR. Al Bukhari dan Muslim)

Kisah Sa'ad bin ar-Rabi' dengan Abdur Rahman bin Auf
Abdur Rahman bin Auf mengisahkan, "Ketika kami sampai di Madinah, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam mempersaudarakan aku dengan Sa'ad bin ar Rabi', maka Sa'ad bin ar Rabi' mengatakan, "Sesungguhnya aku adalah orang Anshar yang paling kaya, maka aku akan bagikan untukmu separuh hartaku, dan silakan kau pilih mana di antara dua istriku yang kau inginkan, maka akan aku lepaskan dia untuk engkau nikahi. Perawi mengatakan, "Abdur Rahman berkata, "Tidak usah, aku tidak membutuhkan yang demikian itu." (HR al Bukhari dan Muslim, lafal hadits milik al Bukhari)

Tiga Shahabat Menjelang Naza'
Dari Abdullah bin Mush'ab Az Zubaidi dan Hubaib bin Abi Tsabit, keduanya menceritakan, "Telah syahid pada perang Yarmuk al-Harits bin Hisyam, Ikrimah bin Abu Jahal dan Suhail bin Amr. Mereka ketika itu akan diberi minum, sedangkan mereka dalam keadaan kritis, namun kesemuanya saling menolak. Ketika salah satu dari mereka akan diberi minum dia berkata, "Berikan dahulu kepada si fulan, demikian seterusnya sehingga semuanya meninggal dan mereka belum sempat meminum air itu. Dalam versi lain perawi menceritakan, "Ikrimah meminta air minum, kemudian ia melihat Suhail sedang memandangnya, maka Ikrimah berkata, "Berikan air itu kepadanya." Dan ketika itu Suhail juga melihat al-Harits sedang melihatnya, maka iapun berkata, "Berikan air itu kepadanya (al Harits). Namun belum sampai air itu kepada al Harits, ternyata ketiganya telah mening-gal tanpa sempat merasakan air tersebut (sedikitpun). (HR Ibnu Sa'ad dalam ath Thabaqat dan Ibnu Abdil Barr dalam at Tamhid, namun Ibnu Sa'ad menyebutkan Iyas bin Abi Rabi'ah sebagai ganti Suhail bin Amr)

Saudaraku,, Sikap dan perilaku tersebut tak lain adalah "itsar" yakni mendahulukan kepentingan dan kebutuhan orang lain sekalipun dia sendiri sangat membutuhkannya, dan ini merupakan tingkatan tertinggi dari sifat derma. Sebab memberikan sesuatu yang sangat dibutuhkan merupakan hal yang amat berat.

Allah Subhannahu wa Ta'ala telah memuji para shahabat ra karena sikap itsar yang melekat pada diri mereka, sebagaimana firmannya dalam Qur'an Surat Al-Hasyr ayat 9.
Itsar adalah salah satu akhlaq mulia dan luhur, ia merupakan salah satu sifat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam sehingga Allah menyebut beliau sebagai 'ala khuluqin 'adzim, senantiasa berada di atas akhlaq yang luhur. Maka tidak mengherankan jika para shahabat yang merupakan hasil didikan dan gemblengan beliau menjadi manusia-manusia pilihan. Sehingga sejarah kemanusiaan rasanya sulit sekali dapat melahirkan manusia-manusia sepert mereka.

Hal itu sangatlah berbeda jauh dengan realita kehidupan di masa kini, dimana egoisme, individualisme, mau menang sendiri dan tidak memikirkan orang lain benar-benar telah melanda sebagian besar umat manusia, tak terkecuali umat Islam pun banyak yang terkena virus ini. Asalkan dirinya telah kaya raya, dapat menumpuk harta, hidup serba enak dan kecukupan, maka sudah cukup, itulah kira-kira prinsip mereka. Orang lain susah, tetangga kelaparan, miskin dan menderita itu urusan mereka sendiri, tidak ada urusan dengan dirinya. Jangankan sampai ke tingkat itsar, sekedar sedikit membantu atau meringankan beban saja terkadang enggan, alasannya karena harta yang didapat adalah hasil kerja dan usahanya sendiri, sehingga sayang kalau diberikan dengan percuma dan cuma-suma kepada orang lain.

Ya, Allah aku berlindung kepada-Mu dari segala bentuk kerusakan hati, yang membelenggu jiwa ini. Jadikanlah kami insan yang senantiasa bertaqwa kepada-Mu ya Allah..  (Ikh)




0 Responses to ""Itsar" Sifat Mulia Para Sahabat":